Negosiasi untuk Pilpres Alot, Parpol Kejar Efek Ekor Jas

Alotnya pembicaraan di antara partai politik untuk Pemilihan Presiden 2024 ditengarai karena partai mengejar efek ekor jas. Juru bicara Partai Golkar, Tantowi Yahya, perjuangan Golkar bukan sekadar mengejar efek ekor jas, melainkan karena hal tersebut sudah menjadi amanat dari Munas Golkar pada 2019, untuk mengusung Airlangga sebagai capres. Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid tak menampik upaya memperjuangkan kader sendiri untuk mengejar efek ekor jas. Karena itu, PKB memperjuangkan Muhaimin untuk menjadi capres atau cawapres di Pilpres 2024.

KS) uga terus memperjuangkan kadernya, Ahmad Heryawan atau dikenal Aher, bisa maju sebagai cawapres dari Anies Rasyid Baswedan. Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera mengakui, Aher didorong maju sebagai cawapres Anies agar partainya juga ikut mendapatkan efek ekor jas. Apalagi, selama ini persepsi Anies dan PKS di mata publik juga cukup kuat. PPP juga akan mencari sosok yang dapat memberikan efek ekor jas bagi partai. Untuk itu, sosok cawapres yang akan didukung PPP diharapkan adalah sosok yang memegang kartu tanda anggota PPP. Menurut Ketua Majelis Pertimbangan PPP M Romahurmuziy, pembahasan mengenai cawapres ini harus didiskusikan bersama dengan PDI-P karena PPP resmi bekerja sama dengan PDI-P setelah mendeklarasikan dukungan terhadap bakal capres dari PDI-P, Ganjar Pranowo.

Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI), Djayadi Hanan, berpandangan pembicaraan koalisi menjadi alot karena dipengaruhi setidaknya lima faktor. Pertama, tidak ada elektabilitas capres maupun cawapres yang dominan. Faktor kedua adalah seberapa jauh potensi capres dan cawapres saling mengisi satu sama lain atau komplementer. Faktor ketiga adalah semata-mata nama calon yang berminat banyak dan sama-sama mempunyai kekuatan. Faktor keempat, setiap partai ingin agar capres atau cawapres berasal dari partainya. Faktor terakhir adalah kemungkinan koalisi memang belum ingin mengungkapkan siapa cawapres yang akan diusung.

Search