Papua Nugini meratifikasi perjanjian pertahanan dengan Indonesia, usai negara tetangga RI itu rusuh hingga memicu darurat nasional. “Keamanan adalah landasan perdagangan, investasi, dan bisnis,” kata Menteri Luar Negeri Papua Nugini, Justin Tkachenko, Kamis (29/2). Dia kemudian berujar, “Di PNG, kami berharap bisa mengatasi tantangan keamanan kami di sepanjang 800 kilometer koridor perbatasan kami.” Lebih lanjut, Tkachenko mengatakan kerja sama pertahanan itu bisa membantu sejumlah kapabilitas dan kapasitas keamanan PNG.
Perjanjian keamanan itu pertama kali diteken pada 2010. Indonesia telah meratifikasi kesepakatan tersebut. Namun, Papua Nugini tak segera melakukan langkah serupa. Parlemen Papua Nugini baru meratifikasi pada 14 Februari dan mulai memberlakukan sepekan kemudian. Berdasarkan dokumen itu, mereka sepakat kerja sama di bidang intelijen militer, memberi dukungan logistik dan mengoordinasikan operasi keamanan.
Papua Nugini punya hubungan sulit dengan Indonesia usai Papua Barat menjadi bagian wilayah RI pada 1969. Ratifikasi PNG muncul usai negara itu dilanda kerusuhan hingga memicu darurat nasional. Kerusuhan bermula setelah sekelompok tentara, polisi, dan sipir, melakukan pemogokan usai pemotongan gaji tanpa alasan. Mengatasi kerusuhan itu, pemerintah Papua Nugini menetapkan status darurat selama 14 hari. Mereka juga mengerahkan tentara di jalan-jalan untuk berjaga.