Kejaksaan Agung menetapkan delapan tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi pemberian kredit kepada PT Sri Rejeki Isman (Sritex). Para tersangka terdiri dari mantan petinggi PT Sritex serta pejabat di Bank DKI Jakarta, Bank BJB, dan Bank Jateng. Mereka diduga menyetujui pencairan kredit dengan berbagai pelanggaran prosedur, termasuk penggunaan invoice fiktif dan tidak memeriksa kondisi keuangan debitur secara memadai, meski mengetahui risiko kewajiban Sritex yang melebihi asetnya.
Peran tiap tersangka mencakup penyalahgunaan kewenangan dan pelanggaran prinsip perbankan, seperti tidak membentuk komite kebijakan kredit, tidak melakukan verifikasi laporan keuangan, hingga memberikan fasilitas kredit tanpa jaminan memadai. Beberapa di antaranya juga diduga mengetahui kewajiban Medium Term Note (MTN) Sritex yang jatuh tempo namun tetap menyetujui tambahan plafon kredit bernilai ratusan miliar rupiah. Praktik pemberian kredit ini dilakukan dengan mengabaikan prinsip 5C dan analisis risiko yang seharusnya menjadi pedoman perbankan.
Akibat tindakan tersebut, negara diduga mengalami kerugian sebesar Rp1,08 triliun yang kini tengah dihitung secara resmi oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Kasus ini menunjukkan lemahnya tata kelola dan pengawasan di sejumlah bank daerah serta menegaskan pentingnya akuntabilitas dan kepatuhan prosedural dalam pemberian kredit. Proses penyidikan masih berlangsung untuk memastikan pertanggungjawaban pidana para tersangka dan memulihkan kerugian negara.