Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat posisi utang pemerintahan naik menjadi Rp8.444,87 triliun hingga akhir Juni 2024 atau tiga bulan jelang berakhirnya kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Mengutip buku APBN Kita, posisi utang pemerintah pada Juni 2024 ini mengalami peningkatan dari Rp8.353,02 triliun pada Mei 2024 (month-to-month/mtm). Dengan posisi utang tersebut, rasio utang per akhir Juni 2024 tercatat sebesar 39,13% terhadap produk domestik bruto (PDB). Kemenkeu menyatakan, rasio ini tetap konsisten terjaga di bawah batas aman 60% PDB sesuai UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara.
Kemenkeu merincikan, mayoritas utang pemerintah berasal dari dalam negeri dengan proporsi 71,12%. Sementara berdasarkan instrumen, komposisi utang pemerintah sebagian besar berupa Surat Berharga Negara (SBN) yang mencapai 87,85%. Per akhir Juni 2024, tercatat lembaga keuangan memegang sekitar 41,1% kepemilikan SBN domestik, terdiri dari perbankan 22,1% dan perusahaan asuransi dan dana pensiun sebesar 19,0%. Kepemilikan SBN domestik oleh Bank Indonesia (BI) tercatat sekitar 23,1% yang antara lain digunakan sebagai instrumen pengelolaan moneter. Sementara itu, asing tercatat hanya memiliki SBN domestik sekitar 13,9% termasuk kepemilikan oleh pemerintah dan bank sentral asing.
Lebih lanjut, Kemenkeu mencatat kepemilikan investor individu di SBN domestik terus mengalami peningkatan sejak 2019 yang hanya di bawah 3% menjadi 8,6% per akhir Juni 2024. Hal ini, sebut Kemenkeu, sejalan dengan upaya pemerintah yang memperluas basis investor, inklusi keuangan, dan peningkatan literasi keuangan masyarakat dari savings society menjadi investment society. Kemenkeu menegaskan pemerintah konsisten mengelola utang secara cermat dan terukur dengan menjaga risiko suku bunga, mata uang, likuiditas, dan jatuh tempo yang optimal. Adapun, Kemenkeu menyatakan, profil jatuh tempo utang pemerintah per akhir Juni 2024 terhitung cukup aman dengan rata-rata tertimbang jatuh tempo (average time maturity/ATM) di 7,98 tahun.