Mutasi Pejabat Internal Daerah Tetap Harus Mendapatkan Izin Mendagri

Mendagri mengeluarkan SE Nomor 821/5492/SJ tertanggal 14 September 2022. Dalam SE itu disebutkan, dalam rangka efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah, khususnya dalam aspek kepegawaian perangkat daerah, Mendagri memberikan persetujuan tertulis kepada pelaksana tugas, penjabat, dan penjabat sementara gubernur/bupati/wali kota untuk dua hal. Pertama, Mendagri memberikan izin kepada Pj, Plt, dan Pjs kepala daerah untuk menjatuhkan sanksi atau hukuman disiplin bagi PNS yang tersangkut korupsi dan pelanggaran disiplin berat. Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 18 PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS bahwa kepala daerah harus menetapkan penjatuhan hukuman disiplin tingkat berat bagi ASN yang tersangkut korupsi. Kedua, Mendagri memberikan izin kepada Pj, Plt, dan Pjs kepala daerah yang akan melepas dan menerima ASN yang mengusulkan pindah status kepegawaian antardaerah (mutasi antardaerah) ataupun antarinstansi (mutasi antarinstansi). Dengan demikian, Pj, Plt, dan Pjs kepala daerah tidak perlu lagi mengajukan permohonan persetujuan tertulis sebagaimana diatur sebelumnya. Upaya ini dilakukan agar proses pindah status kepegawaian tersebut berjalan lebih efektif dan efisien.

Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri, Benni Irwan, menegaskan pada dasarnya SE tersebut hanya memberikan persetujuan amat terbatas, hanya terkait dua urusan tersebut. Dengan demikian, pemberian izin itu tidak membuat kewenangan Pj, Plt, dan Pjs sama seperti dengan kepala daerah definitif. Setelah proses pembinaan kepegawaian tersebut dilaksanakan, Pj, Plt, dan Pjs kepala daerah tetap harus melaporkan kepada Mendagri paling lambat tujuh hari kerja terhitung sejak kebijakan tersebut diambil.

Peneliti Perludem, Fadli Ramadhanil, mengatakan, meskipun izin yang diberikan terbatas, pemberian persetujuan itu tetap berpotensi disalahgunakan untuk kepentingan politik dalam rangka pemenangan Pemilu dan Pilkada 2024. Penjabat bisa memindahkan ASN dari instansi lain sesuai kebutuhan demi pemenangan kelompok tertentu. SE tidak mengatur batasan dan mekanisme kontrol terhadap tindakan yang dilakukan penjabat. Memang seharusnya tidak diatur melalui SE, melainkan regulasi yang lebih sistematis. Hal-hal yang perlu diatur lebih jelas, di antaranya mekanisme yang bisa memastikan mutasi antardaerah dan mutasi antarinstansi dilakukan sesuai mekanisme yang transparan serta akuntabel. Oleh sebab itu, tetap perlu ada kontrol vertikal oleh lembaga di atasnya, termasuk Komisi Aparatur Sipil Negara untuk mencegah politisasi dilakukan oleh penjabat kepala daerah.

Search