Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menilai peningkatan impor bahan baku/penolong dan barang modal pada Juli 2024 tidak secara instan meningkatkan produktivitas manufaktur yang sedang dalam fase kontraksi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor bahan baku/penolong naik 17,21% secara bulanan (mtm) senilai US$2,35 miliar menjadi US$16,03 miliar pada Juli 2024, sedangkan impor barang modal naik 21,21% mtm menjadi US$3,64 miliar. Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif mengatakan, kenaikan impor barang produktif tersebut tidak serta-merta berdampak pada pemulihan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) dan Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur Indonesia. “Meski impor bahan baku/penolong dan barang modal naik bulan ini, kami masih berpandangan IKI atau PMI sulit naik karena permintaan yang belum pulih, baik domestik ataupun ekspor,” kata Febri kepada Bisnis, Kamis (15/8/2024).
Adapun, PMI manufaktur RI untuk pertama kalinya setelah 34 bulan berturut-turut dalam fase ekspansi, kini berada di fase kontraksi yakni 49,3 pada Juli 2024. Sementara itu, IKI melambat 0,10 poin menjadi 52,4 pada bulan yang sama. Febri menerangkan, penurunan IKI dan PMI kontraksi Juli 2024 lalu disebabkan karena turunnya permintaan atas produk manufaktur, baik permintaan domestik maupun ekspor. “Penurunan permintaan domestik terutama disebabkan karena pasar domestik dibanjiri oleh produk impor,” tuturnya. Dalam hal ini, pelaku industri dinilai mulai mengimpor bahan baku dan penolong atau barang modal untuk digunakan pada bulan-bulan berikutnya ketika permintaan domestik dan global mulai pulih. Menurut Febri, apabila permintaan ekspor atau domestik masih stagnan dan cenderung melambat, maka bahan baku/penolong akan disimpan dan produksi ditahan. Sebab, stok produksi bulan sebelumnya belum terserap sepenuhnya oleh pasar.
Hal yang sama juga terjadi pada barang modal dengan peningkatan yang cukup signifikan. Namun, butuh waktu untuk barang modal digunakan dalam produksi. Dia menilai barang modal tersebut akan digunakan pada bulan berikutnya. Di sisi lain, Febri juga melihat adanya kemungkinan perbedaan antara pelaku industri yang melakukan importasi dengan yang menjadi responden survei PMI manufaktur. Artinya, peningkatan impor bahan baku tidak langsung mengubah hasil survei kondisi industri. “Untuk menyeimbangkan neraca dagang sebaiknya mempertimbangkan hal berikut impor produktif terutama impor bahan baku berorientasi ekspor, bagaimana memperkuat rantai pasok lokal dengan program subtitusi impor dan investasi di industri tengah dan hulu. Juga perkuat daya saing produk manufaktur di pasar ekspor sehingga bisa masuk dalam global supply chain,” pungkasnya.