Google pada November 2025 meluncurkan Project Suncatcher, sebuah program penelitian yang bertujuan untuk membangun pusat data di luar angkasa. Dalam proyek riset ini, Google akan menguji apakah cip TPU yang dirancang untuk bekerja di Bumi itu mampu beradaptasi di luar angkasa yang memiliki gravitasi mikro serta radiasi dan temperatur ekstrem. Pemilik SpaceX, Elon Musk, juga sudah menyatakan keinginannya untuk membangun pusat data di luar angkasa. SpaceX akan menggunakan satelit Starlink V3 generasi terbaru yang telah ditingkatkan skalanya untuk melakukan pemrosesan data.
Perusahaan rintisan asal Amerika Serikat, Starcloud, juga telah mengumumkan rencana meluncurkan satelit yang dilengkapi dengan cip Graphics Processing Units (GPU) yang jamak digunakan pada sebagian besar sisem AI. Pusat data di luar angkasa diyakini akan memiliki jejak karbon yang lebih rendah dibandingkan pusat data yang beroperasi di Bumi. Belum lagi risiko polusi udara, polusi suara, hingga limbah elektronik beracun yang dapat ditekan.
peneliti sistem cerdas dan ilmu data dari Universitas Anglia Ruskin, Inggris, Domenico Vicinanza, bersikap skeptis optimisme pengusaha teknologi untuk membangun pusat data di luar angkasa dalam waktu singkat, mengingat untuk menempatkan pusat data di luar angkasa jelas tidak mudah. Vicinanza menilai uji dua satelit pusat data milik Google pada 2027 adalah masuk akal. Misi itu bisa dijalankan untuk mengecek apakah modul kendali temperatur (TCM) yang digunakan mampu bertahan terhadap radiasi dan tekanan termal tinggi. Jika uji dalam Project Suncatcher berhasil, itu baru akan menjadi langkah awal yang belum pasti bisa ditingkatkan skalanya menjadi lebih besar.
