Pendidikan agama memiliki kontribusi yang signifikan dalam membangun karakter seseorang serta komunitas. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, tantangan baru muncul berkaitan dengan penyebaran pemikiran radikal yang memanfaatkan kekurangan dalam sistem pendidikan agama. Radikalisme dan ekstremisme sering diasosiasikan dengan penafsiran agama yang terbatas dan infleksibel. Hal ini biasanya disebabkan oleh minimnya pemahaman yang komprehensif mengenai ajaran agama yang menyeluruh dan terbuka. Dengan demikian, perombakan sistem pendidikan agama merupakan tindakan penting yang perlu segera dilakukan untuk menghalangi penyebaran ideologi radikal.
Salah satu faktor yang menyebabkan penyebaran ideologi radikal adalah kekurangan dalam beberapa sistem pendidikan agama yang tidak mampu mengajarkan ajaran agama sesuai dengan konteks modern dan global saat ini. Kurikulum pendidikan keagamaan di berbagai negara umumnya lebih menekankan pada praktik ritual dan pemahaman teks yang kurang sesuai dengan permasalahan sosial, ekonomi, dan politik yang dihadapi saat ini. Di sisi lain, pendidikan yang bersifat kritis yang mendidik siswa untuk memahami teks-teks keagamaan dalam kerangka sejarah dan budaya sering kali terabaikan. Masalah ini semakin buruk akibat adanya lembaga pendidikan yang mengesampingkan pluralisme serta nilai-nilai kemanusiaan yang bersifat universal. Beberapa institusi keagamaan malah sering kali mendorong sikap eksklusif, yang pada akhirnya menciptakan lingkungan yang mendukung tumbuhnya ideologi radikal. Disinilah pentingnya melakukan reformasi dalam pendidikan agama: untuk menghasilkan generasi yang bukan hanya mengerti tentang keyakinannya, tetapi juga dapat hidup berdampingan dengan perbedaan.
Perubahan dalam pendidikan agama tidak dapat dilakukan secara terpisah, melainkan perlu menggunakan pendekatan yang beragam dan menyeluruh. Salah satu strategi yang harus diadopsi adalah pendekatan yang inklusif dan pluralis dalam kurikulum. Artinya, nilai-nilai universal seperti toleransi, keadilan sosial, dan perdamaian harus menjadi fokus dalam penyampaian ajaran agama. Kurikulum pendidikan agama seharusnya juga menyertakan pendekatan interdisipliner, seperti sosiologi, sejarah, dan ilmu politik, agar bisa menawarkan pemahaman yang menyeluruh mengenai peran agama dalam konteks dinamika sosial dan politik.