Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi mengungkap biang kerok RI bisa kebanjiran susu impor. Menurutnya, penyebab pertama masalah itu adalah pembebasan atau gratis bea masuk yang dikenakan terhadap impor susu. Hal ini lah yang dimanfaatkan negara-negara pengekspor susu seperti New Zealand dan Australia. “Negara-negara pengekspor susu memanfaatkan perjanjian perdagangan bebas dengan Indonesia yang menghapuskan bea masuk pada produk susu sehingga membuat harga produk mereka setidaknya lima persen lebih murah dari pengekspor susu global lainnya,” katanya dalam konferensi pers di kantor Kementerian Koperasi, Senin (11/11).
Faktor kedua harga yang lebih murah. Budi mengatakan kondisi semakin diperparah dengan para Industri Pengolahan Susu (IPS) yang mengimpor bukan dalam susu segar melainkan berupa skim atau susu bubuk. Hal itu membuat para peternak sapi perah lokal mengalami kerugian karena harga susu segar mereka lebih murah. “Padahal susu skim secara kualitas jauh di bawah susu sapi segar karena sudah melalui berbagai macam proses pemanasan atau ultra proses,” imbuh Budi. Wakil Menteri Koperasi Ferry Juliantono menambahkan bahwa harga susu impor lebih murah sekitar Rp1.000 sampai Rp2.000 per liter.
Karena itu, Kemenkop mengusulkan dua solusi untuk menyelamatkan peternak sapi perah dalam negeri. Salah satunya pemberian insentif bagi peternak agar bisa bersaing dengan susu impor. “Atau sebaliknya pemerintah harus mengkaji ulang penerapan bea masuk itu tidak boleh 0 persen,” imbuhnya. Sebelumnya, Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Pengolahan Susu (AIPS) Sonny Effendhi mengatakan industri membatasi penyerapan susu lokal karena kualitasnya yang tidak sesuai standar. Susu dalam negeri katanya mengandung bahan – bahan tertent seperti air, sugar syrup, dan bahan lainnya. “Sehingga enggak sesuai dengan standar food safety, keamanan pangan, sehingga enggak bisa diterima,” katanya.