Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa Indonesia menjadi salah satu negara pertama yang mencapai kesepakatan tarif impor dengan Amerika Serikat, sebesar 19 persen, setelah sebelumnya dikenakan tarif awal sebesar 32 persen pada April 2025. Proses negosiasi dimulai kembali pada awal Juli setelah Indonesia menerima surat dari AS, dan kesepakatan diumumkan pada pertengahan Juli. Airlangga menjelaskan bahwa dari lebih 100 negara mitra dagang, baru segelintir yang berhasil mencapai kesepakatan dengan AS—di antaranya Indonesia, Inggris, Jepang, Uni Eropa, Filipina, dan Vietnam—sementara negara lain seperti Malaysia dan Kamboja masih dalam proses. Hal ini menunjukkan betapa kompleks dan alotnya negosiasi tarif dagang dengan pemerintahan Presiden Donald Trump.
Lebih jauh, Airlangga menyebut bahwa negosiasi tarif tidak hanya membahas soal bea masuk, tetapi juga menyentuh isu non-tarif dan investasi. Negara-negara seperti Jepang dan Eropa disebut AS sebagai mitra dagang yang menguntungkan karena nilai investasinya yang besar ke Amerika Serikat. Dalam konteks ini, perdagangan dipandang sebagai hubungan komersial dua arah, di mana volume investasi menjadi tolok ukur penting dalam pertimbangan kebijakan tarif AS. Oleh karena itu, Indonesia juga membuka peluang investasi sebagai bagian dari pendekatan negosiasi tarif dengan AS.
Sebagai hasil dari kerja sama tersebut, sejumlah perusahaan besar asal AS menunjukkan komitmen untuk menanamkan investasi di Indonesia. ExxonMobil berencana membangun fasilitas carbon capture and storage senilai USD 10 miliar. Selain itu, Oracle akan membangun pusat data di Batam senilai USD 6 miliar, Amazon mengalokasikan USD 5 miliar untuk pengembangan AI dan cloud, serta Microsoft dengan investasi cloud infrastructure senilai USD 1,7 miliar. Tak hanya itu, GE HealthCare bekerja sama dengan Kalbe Farma untuk mendirikan pabrik CT-Scan pertama di Jawa Barat dengan nilai investasi awal USD 178 juta. Kesepakatan tarif ini tampaknya menjadi pintu masuk bagi peningkatan kerja sama ekonomi bilateral yang lebih luas.