Formula ICP yang dijadikan sebagai salah satu parameter yang digunakan pemerintah untuk perhitungan subsidi BBM dan liquefied petroleum gas (LPG), menyentuh angka US$117,62 per barel. Lonjakan ICP membuat subsidi kebutuhan BBM, baik subsidi maupun nonsubsidi yang sampai saat ini masih didapatkan melalui impor melonjak hingga 40 %. Pembengkakan subsidi ini karena sejak Juni 2022, pemerintah hanya mematok asumsi ICP dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan dalam rentang US$95 hingga US$105 per barel.
Berdasarkan data PT Pertamina (Persero), produksi BBM dari enam kilang milik BUMN energi ini baru memenuhi 60% dari kebutuhan BBM dalam negeri. Padahal, total konsumsi BBM masyarakat sekarang ini telah mencapai 1,3 juta barel per hari (barrel per day/bpd).
Guna menekan impor BBM yang dilakukan pemerintah, Pertamina berupaya meningkatkan kapasitas produksi BBM Kilang Balongan. Sejak Juni, kapasitas produksi kilang yang berlokasi di Jawa Barat ini digenjot hingga 25.000 bpd. Adapun dari sisi produksi dapat ditingkatkan dari 125. 000 bpd menjadi 150. 000 bpd. Langkah lain yang ditempuh untuk menyiasati ketimpangan produksi dan konsumsi BBM dalam negeri adalah mendorong percepatan transisi energi sekaligus pengembangan energi baru terbarukan (EBT). Transisi energi merupakan respons untuk menekan konsumsi BBM masyarakat.