Bank Indonesia (BI) kembali menaikkan suku bunga acuan dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI September 2022. Kali ini, suku bunga acuan dikerek sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 4,25%. Deputi Bidang Perencanaan Modal Kementerian Investasi/BKPM Indra Darmawan mengatakan, meski BI menaikkan suku bunganya, pihaknya belum menerima laporan adanya pembatalan atau penundaan investasi oleh investor. Oleh karena itu, hal tersebut mengindikasikan bahwa kenaikan suku bunga acuan tersebut tidak menekan realisasi investasi di Indonesia.
Namun Indra menuturkan, pihaknya masih akan tetap memantau perkembangan dan memberikan fasilitasi dan asistensi serta pengawalan terhadap rencana dan realisasi investasi baik untuk proyek baru maupun perluasan. Pihaknya juga masih optimistis dalam mengejar target investasi sebesar Rp 1.200 triliun di tahun ini bisa tercapai. Pasalnya, pada semester I-2022 realisasinya sudah terkumpul 48,7% dari target. Sebelumnya, Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengatakan, meskipun diselimuti oleh ketidakpastian global, namun dirinya optimis bisa mengejar target realisasi investasi pada tahun 2022 yang sebesar Rp 1.200 triliun.
Ekonom Senior Bank Standard Chartered Aldian Taloputra. Ia mengatakan, kenaikan suku bunga BI tidak akan signifikan mempengaruhi investasi di tahun ini. Sehingga target yang telah ditetapkan oleh pemerintah masih bisa tercapai di sisa bulan akhir ini. “Transmisi kenaikan suku bunga ini terhadap real sector diperkirakan baru akan terlihat tiga kuartal ke depan dan mungkin bisa lebih lambat mengingat likuiditas perbankan yang saat ini masih cukup tinggi,” kata Aldian. Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Tauhid mengatakan bahwa kenaikan suku bunga BI memiliki dampak terhadap Penamanan Modal Dalam Negeri (PMDN) meskipun tidak tertalu tinggi dampaknya. Ketua Komite Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Hamdani mengatakan bahwa dengan kenaikan tingkat suku bunga BI sebesar 50 basis poin, maka akan memberikan efek ke tingkat investasi. Hal ini dikarenakan dengan kebijakan moneter yang ada, investor akan cenderung wait and see untuk alokasi investasi dan likuiditas akan cenderung berkurang di sistem perekonomian.