Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), banyak guru terjerat pinjaman online (pinjol). Apa sebenarnya alasan banyak guru atau pendidik terjerat pinjol? Menurut Rhenald Kasali, banyaknya guru yang terlilit pinjol berkaitan dengan kurangnya likuiditas di masyarakat menengah ke bawah. Hal tersebut terjadi lantaran likuiditas yang berkurang di masyarakat menengah ke bawah. Bahkan dana perbankan diambil dari BPR untuk membiayai konsumsi masyarakat menengah bawah ini. Kecukupan likuiditas sangat penting pada masyarakat menengah ke bawah. Hal ini tercermin dari data kinerja perusahaan konsumer di BEI. Data BEI kuartal II-2023 menunjukkan penurunan penjualan perusahaan konsumer segmen menengah ke bawah, salah satunya penjualan di Ramayana dan Matahari.
Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Friderica Widyasari Maret lalu mengatakan, sebanyak 43 persen korban pinjol ilegal berasal dari profesi guru. “Hasil penelitian ini sangat menarik, yaitu guru yang kita harapkan memiliki tingkat literasi yang tinggi, ternyata paling banyak terkena jebakan pinjaman (online) ilegal,” ujar Friderica. OJK menyebut ada beberapa alasan yang mendasari hasil riset yang menyebut bahwa guru banyak yang terlilit pinjol.
1. Karena masih banyak guru atau tenaga pendidik yang memiliki latar belakang ekonomi menengah ke bawah. Sehingga, tidak jarang, para guru seringkali tebuai dengan janji pinjaman yang mudah dan cepat.
2. Banyak guru yang tidak memiliki akses pembiayaan. Keterbatasan akses pembiayaan tersebut menyebabkan banyak guru yang terkendala dalam memperoleh pinjaman, dan akhirnya terjebak dalam tawaran pinjol ilegal.
3. Kemudahan provider untuk membuat aplikasi pinjol ilegal.
“Ada pengaruh iklan atau sosial media. Tawaran pinjol ilegal ini memberikan pinjaman dana yang cepat tanpa memperhatikan risiko, legalitas pemberi pinjaman dan kemampuan bayar kemudian menjadi pilihan,” ujar Kiki.