Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis, Agung Baskoro, mengatakan kedekatan Partai Gerindra dan PKB yang semakin erat, menguatkan kemungkinan terbentuknya koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KIR) dalam waktu dekat (2/8). Realitas politik ini membuat dinamika koalisi yang cair dan semakin mengerucut setelah sebelumnya Golkar, PAN, dan PPP resmi menggagas Koalisi Indonesia Bersatu (KIB). Apabila terbentuk poros Gondangdia yang digagas Nasdem, Demokrat, dan PKS, serta adanya potensi bergabungnya PDI-P ke KIB, maka akan ada tiga poros di Pemilu 2024. Hal ini dapat terjadi, jika PDI-P tak melangkah sendiri dengan paket capres-cawapresnya.
Agung mengatakan prospek KIR lebih menarik untuk dicermati dibanding KIB atau poros lain. KIR berani mengajukan nama Prabowo sebagai capres, dan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar mulai didaulat sebagai kandidat cawapres. KIR harus mulai memformulasikan pasangan Prabowo-Cak Imin membahas visi, misi, program, dan inovasi secara sistematis dan masif agar publik bisa terlibat dalam memahami persoalan bangsa. Di sisi lain, dapat muncul tren presidensialisasi partai di tengah koalisi, bahwa Ketua umum atau orang kuat di partai maju menjadi kandidat capres-cawapres. Jika demikian, Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan capres pilihan publik lainnya yang bukan ketua umum atau orang kuat di partai, terlihat tidak memiliki kesempatan. Tarikan antara aspirasi publik dan kepentingan elite perihal capres menghadirkan dinamika politik di level partai maupun koalisi. Ini pula yang menjelaskan mengapa PDI-P, KIB, maupun poros Gondangdia mengulur waktu untuk menentukan capres-cawapresnya. KIB maupun poros Gondangdia perlu bergegas sebagaimana KIR agar tak kehilangan momentum.
Ada 3 hal yang perlu diperhatikan agar Pemilu 2024 bisa menjadi sarana efektif untuk memastikan konsolidasi maupun substansi demokrasi bisa terealisasi. Pertama, skema 3 poros mesti menjadi konvensi tak tertulis dalam Pilpres 2024 bagi partai-partai peserta, agar polarisasi yang terjadi dalam 2 pemilu sebelumnya tak terulang kembali. Kedua, baik partai maupun kandidat memiliki elektabilitas/posisi yang bisa ditawarkan. Bila partai dan koalisinya memiliki tiket pilpres, maka capres-cawapres yang elektabilitasnya tinggi, punya magnet figur untuk menghadirkan coattail effect bagi partai saat pileg. Masing-masing pihak, baik capres-cawapres maupun koalisi pengusung dituntut untuk aktif berkomunikasi sebelum sepakat berkolaborasi agar panggung pilpres memiliki legitimasi kokoh untuk meraih simpati elit dan publik. Terakhir, saat ini menjadi waktu yang tepat bagi Prabowo, Cak Imin, dan ketum partai lainnya, untuk membuktikan kapasitas publiknya. Sementara untuk Anies, Ganjar atau sosok lain yang memiliki elektabilitas namun bukan kader partai atau orang kuat partai, maka ini adalah waktu yang tepat untuk menghadirkan gebrakan-gebrakan monumental.