Di tengah tingginya inflasi harga pangan, Kementan, BPS, dan Badan Pangan Nasional merilis hasil Survei Cadangan Beras Nasional Tahun 2022 (SCBN22) pada 8 Agustus 2022. SCBN22 untuk mengetahui jumlah eksisting stok beras nasional terkini. Hasil SCBN22 menjelaskan, periode 2019 sampai 2022 surplus rata-rata beras per tahun 29,5 juta ton. Rata-rata konsumsi beras per tahun 27,13 juta ton. Secara kumulatif, surplus beras 2019 hingga 2022 sebesar 9,48 juta Ton. Peningkatan produktivitas padi dalam empat tahun belakangan dipengaruhi faktor nonteknis (sosial ekonomi) dan faktor teknis (biofisika). Faktor nonteknis meliputi peningkatan pengetahuan dan pengalaman petani khususnya dalam menghadapi perubahan iklim. Sedangkan faktor teknis (biofisika) seperti kualitas dan ketersediaan air serta jaringan irigasi.
Pemerintah telah membangun 29 bendungan dan 32 bendungan dalam pengerjaan. Dari total 61 bendungan itu, 52 bendungan memiliki kapasitas tampung 3.734,09 juta m3 dengan potensi pemanfaatan untuk layanan irigasi tersebar di 71 daerah irigasi. Surplus beras ini terwujud akibat peningkatan produktivitas padi dari 5,11 ton/hektare (ha) pada 2019 menjadi 5,23 ton/ha pada 2021. Jika dirata-ratakan, jumlah produksi padi per tahun pada 2019 hingga 2021 sebesar 54,56 juta ton gabah kering giling (GKG). Ini yang menjadi dasar tak adanya impor beras umum sejak 2019 oleh Bulog. Namun untuk beras khusus, Indonesia masih mengimpor. Kategori beras khusus menurut Peraturan Menteri Pertanian Nomor 31 tahun 2017 adalah beras ketan, beras merah, beras hitam, beras untuk kesehatan, beras organik, beras indikasi geografis, dan beras tertentu yang tak dapat diproduksi di dalam negeri.
Namun pemerintah harus memastikan, surplus beras ini sejalan dengan peningkatan kesejahteran petani. Sebab sejak April 2020 sampai sekarang, harga gabah kering panen (GKP) di level petani dan GKG di penggilingan jatuh di bawah harga pokok penjualan (HPP). Dengan terbitnya Permentan No 10 Tahun 2022 terntang pembatasan subsidi pupuk, membuat upaya mempertahankan surplus beras pada 2023, tak mudah. Mulai 8 Juli 2022, pemerintah hanya mensubsidi pupuk Urea dan Nitrogen, Phosphat, dan Kalium (NPK). Dalam konteks budi daya padi, jika produktivitas padi menurun akibat kurangnya pupuk, bisa menciptakan defisit beras. Selain itu pembatasan subsidi pupuk akan menekan kesejahteraan petani karena pembatasan subsidi menyebabkan harga eceran pupuk meningkat.