Pernyataan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, yang menilai Indonesia saat ini berada dalam posisi aman di tengah fragmentasi ekonomi global dinilai kurang tepat karena perekonomian ke depan semakin menantang dengan ketidakpastian yang makin tinggi. Institute for Development of Economics and Finance (Indef) malah memperkirakan pertumbuhan ekonomi RI tahun depan hanya 4,8 persen lebih rendah dari asumsi makro APBN di angka 5,2 persen.
Wakil Direktur Indef, Eko Listiyanto, mengatakan, tahun 2024 penuh tantangan bagi ekonomi Indonesia. Hal itu karena 2024 merupakan tahun terakhir dalam mencapai target ekonomi dan pembangunan yang disusun dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2020-2024 sekaligus menjadi tahun pemilu yang membawa konsekuensi pada ekonomi Indonesia. Tantangan yang harus diperhatikan pemerintah pada tahun Pemilu 2024 adalah tingkat utang dan konsekuensinya pada kapasitas fiskal, ketahanan pangan yang masih menjadi pekerjaan berat terutama karena pengaruh perubahan iklim dan pemanasan global. Selain itu, upaya pengentasan kemiskinan yang semakin berat menuju target dengan tingkat kemiskinan ekstrem nol persen tahun depan.
Direktur Eksekutif Indef, Tauhid Ahmad, mengatakan tingkat kemiskinan diproyeksikan akan turun dari 9,36 persen tahun 2023 (per Maret) menjadi 9,16 persen tahun 2024. Penurunan angka kemiskinan itu terjadi karena bantuan sosial tetap dipertahankan, subsidi BBM diberlakukan, dan konsumsi naik karena belanja pemilu meskipun inflasi masih di atas 3 persen. Namun demikian, angka ini masih jauh sekali dari target pemerintah yang tertuang dalam Nota Keuangan 2024 bahwa target pada 2024 tigkat kemiskinan adalah sebesar 6,5-7,5 persen.