Masalah Stunting yang Masih Menjadi PR di Ibu Kota

Tak pernah terbesit di benak Samsiah (29), bahwa anak perempuannya mengalami stunted atau bertubuh pendek. Ketika pertama kali mendengar anaknya didiagnosis stunted, Samsiah mengaku terkejut saat ditemui di RPTRA Triputra Persada Hijau, Semper Barat, Cilincing, Jakarta Utara, Selasa (31/1/2023). Samsiah mengaku tak menyadari postur tubuh anaknya tergolong pendek. Dia menganggapnya normal seperti anak-anak seusianya. Saat diukur, tinggi badan anak Samsiah tidak sampai 90 sentimeter di usianya yang sudah mencapai 3 tahun. Samsiah menuturkan, anaknya memang tak suka makan buah, sayur, maupun jenis protein lainnya. Belakangan, usai berkonsultasi dengan ahli, Samsiah membiasakan agar anaknya mengonsumsi makanan bergizi. “Dari sini udah mulai suka sayur, terus makan buah juga. Kalau dari kandungan sering makan sayur tapi pas lahir anaknya jarang makan sayur, buah, ikan,” sebut Samsiah. Anak Samsiah kini sudah dinyatakan tak lagi mengidap stunted. Tinggi badan anaknya kini sudah memenuhi standar WHO. “Sekarang tinggi badannya sudah hampir normal, berat badan sama lingkar kepalanya juga dibilang normal,” pungkas Samsiah. Anak Samsiah bukan lah satu-satunya anak di Jakarta yang mengalami masalah pertumbuhan. Di tengah gemerlapnya ibu kota, rupanya masih banyak anak-anak yang kekurangan gizi hingga pertumbuhannya terganggu.

Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono mengatakan, di kawasan Cilincing saja, setidaknya ada 777 anak rawan stunting. Heru menyebut, jumlah ini sesuai dengan laporan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan BPS. Selain Cilincing, wilayah lain di Jakarta Utara juga mencatat kasus serupa. Di Koja, terdapat 144 anak rawan stunting, begitu pun di Penjaringan ada 115 anak yang rawan stunting. Eks Wali Kota Jakarta Utara itu mengatakan, anak-anak yang mengalami stunting terlihat normal. Namun, tinggi badan mereka tak memenuhi standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). “Anak-anaknya ceria, cuma tingginya agak kurang. Tadi ada yang kurang 2 cm, 3 cm, kurang 1 cm dari standar WHO,” ujar Heru. “Tadi teman-teman (media) melihat mereka sehat, normal. Tidak yang seperti saya bayangkan kondisinya,” sambung dia.

Dalam kesempatan tersebut, Heru turut menyinggung upaya Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta untuk menurunkan angka stunting. Ia mengaku bakal berkeliling di lima wilayah administrasi di Jakarta, untuk meninjau kasus stunting. “Saya akan keliling ke lima wilayah (DKI Jakarta) termasuk untuk melihat miskin ekstrem,” ucap Heru. Pemprov DKI Jakarta, telah memberikan berbagai bentuk jaminan mulai dari jaminan kesehatan hingga jaminan pendidikan kepada warga. Ada pula program intervensi untuk anak-anak kurang gizi yakni pemberian makan tambahan (PMT). Setiap keluarga itu mendapat telur, ayam, daging, dan itu mudah-mudahan bermanfaat. “Sekali lagi konsisten Pemda DKI menangani stunting, kemiskinan ekstrem itu tetap ada. Terus kami lakukan,” imbuhnya. Heru Budi menuturkan, beberapa wilayah saat ini sudah mencatat penurunan angka stunting.

“Di Tanjung Priok keberhasilannya 14 persen, Cilincing kalau di persentase 17 persen. Pademangan keberhasilan lulusnya 10 persen dan seterusnya termasuk di Kelapa Gading 22 persen,” jelas Heru. Adapun, menurut dia, indikator lulus stunting yakni berat badan dan tinggi badan anak naik, serta lingkar kepala yang sesuai standar WHO. Kini, Pemprov DKI tengah menyinkronkan data anak stunting dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Guna menyinkronkan data itu, pada Rabu (1/2/2023) kemarin Heru telah menggelar rapat dengan Menkes Budi Gunadi Sadikin. “Kami sudah sepakat, nomor satu rapikan datanya. Jadi datanya by name by address itu mesti sama data Kemenkes, data Gubernur (DKI), data BKKBN,” tutur Budi di Balai Kota DKI Jakarta, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu. Ia memperkirakan proses sinkronisasi data akan rampung sepekan kedepan. Usai data itu terkumpul, Heru berjanji akan menangani stunting satu per satu berdasarkan nama dan alamat. “Kalau nanti data sudah benar, bersepakat semuanya, saya kemarin menyampaikan silakan BKKBN, BPS, Menkes menentukan jumlah stunting berapa by name by address, saya turun (menangani),” papar Heru. Selain itu, Kemenkes juga akan menyinkronkan program penanganan kasus stunting di Ibu Kota dengan Pemprov DKI. Kata Menkes, salah satu program penanganan stunting yang akan diterapkan di Ibu Kota akan berfokus kepada ibu hamil. Sebab, menurut Budi, seorang anak rentan terkena stunting sejak dalam kandungan jika ibu hamil itu kurang mengonsumsi makanan bergizi. Sementara itu, penanganan stunting juga akan menyasar kepada bayi berusia 6-24 bulan. “Di situ, dia (bayi usia 6-24 bulan) butuh makanan tambahan di luar ASI. Itu kebutuhannya spesifik, harus ada protein hewani bisa telur, ikan, susu, daging ayam atau daging sapi,” terang Budi.

Search