Malaysia, Filipina, Vietnam, dan Taiwan telah menolak peta Laut China Selatan terbaru yang dikeluarkan China pada Senin (28/8/2023). Peta terbaru tersebut menunjukkan garis putus-putus berbentuk U, yang menutupi sekitar 90 persen Laut China Selatan. Sebagai jalur perdagangan utama senilai lebih dari 3 triliun dollar AS setiap tahunnya. Filipina pada Kamis (31/8/2023), meminta China untuk bertindak secara bertanggung jawab dan mematuhi kewajibannya di bawah hukum internasional serta keputusan arbitrase tahun 2016 yang menyatakan bahwa garis tersebut tidak memiliki dasar hukum. Sementara itu, Malaysia mengatakan, telah mengajukan protes diplomatik atas peta China tersebut.
China mengatakan bahwa garis tersebut didasarkan pada peta historisnya. Garis berbentuk U milik China melingkar sejauh 1.500 km di selatan pulau Hainan dan memotong zona ekonomi eksklusif (ZEE) Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei, dan Indonesia. Peta tersebut berbeda dengan versi yang lebih sempit yang diserahkan oleh China kepada PBB pada 2009 tentang Laut China Selatan yang mencakup apa yang disebut “sembilan garis putus-putus atau nine-dash line”. Peta baru Laut China Selatan ini memiliki wilayah geografis yang lebih luas dan memiliki garis dengan 10 garis putus-putus yang mencakup Taiwan yang diperintah secara demokratis.
Ketika ditanya tentang peta terbaru yang dikeluarkan China, juru bicara Kementerian Luar Negeri Taiwan, Jeff Liu, mengatakan bahwa Taiwan sama sekali bukan bagian dari Republik Rakyat China. Pada Kamis kemarin, Kementerian Luar Negeri Vietnam mengatakan, bahwa klaim China berdasarkan peta tersebut tidak memiliki nilai dan melanggar hukum Vietnam dan hukum internasional.