Malaysia dan Indonesia mengancam akan menghentikan ekspor minyak sawit ke Uni Eropa (UE) sebagai respons terhadap undang-undang baru yang ditujukan untuk melindungi hutan atau deforestasi dan memperketat penjualan produk minyak sawit. Aktivis lingkungan disebut menyalahkan industri kelapa sawit atas maraknya pembukaan hutan hujan Asia Tenggara, meskipun Indonesia dan Malaysia telah membuat standar sertifikasi keberlanjutan wajib untuk semua perkebunan.
Menteri Komoditas Malaysia Fadillah Yusof mengatakan Malaysia dan Indonesia akan membahas undang-undang yang melarang penjualan minyak kelapa sawit dan komoditas lain yang terkait dengan deforestasi, kecuali importir dapat menunjukkan bahwa produksi barang spesifik mereka tidak merusak hutan. Fadillah, yang juga menjabat sebagai wakil perdana menteri Malaysia, mendesak anggota Dewan Negara Penghasil Minyak Sawit (CPOPC) untuk bekerja sama menentang undang-undang baru tersebut dan memerangi “tuduhan tak berdasar” yang dibuat oleh UE dan Amerika Serikat tentang keberlanjutan minyak sawit.
Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim minggu ini juga sepakat untuk “memerangi diskriminasi terhadap kelapa sawit” dan memperkuat kerja sama melalui CPOPC. Sementara itu, Duta Besar Uni Eropa untuk Malaysia Michalis Rokas mengatakan tidak melarang impor minyak sawit dari negara tersebut dan membantah bahwa undang-undang deforestasi menciptakan hambatan ekspor Malaysia. “(Hukum) berlaku sama untuk komoditas yang diproduksi di negara mana pun, termasuk negara anggota UE, dan bertujuan untuk memastikan bahwa produksi komoditas tidak mendorong deforestasi dan degradasi hutan lebih lanjut,” ujarnya.