Perdana Menteri Anwar Ibrahim pada Senin (3/4/2023) mengatakan, Malaysia siap bernegosiasi dengan Beijing soal sengketa Laut China Selatan (LCS). China mengeklaim kedaulatan atas hampir seluruh LCS–jalur air strategis yang dilalui perdagangan senilai triliunan dollar AS setiap tahun–meskipun pengadilan internasional memutuskan bahwa pernyataan Beijing tidak memiliki dasar hukum. Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Brunei sama-sama memiliki klaim tumpang tindih di laut tersebut, sementara Amerika Serikat terus mengerahkan kapal angkatan lautnya ke sana untuk menegaskan kebebasan navigasi di perairan internasional itu.
Anwar–yang berkunjung ke Beijing baru-baru ini–mengatakan, masalah sensitif itu diangkat pada pertemuan dengan Presiden China Xi Jinping. Perusahaan energi negara Malaysia yaitu Petronas memiliki anjungan minyak terbesar dan beberapa proyek eksplorasi di Laut China Selatan. “Saya katakan, sebagai negara kecil kami membutuhkan sumber daya, (seperti) minyak dan gas, kami harus melanjutkan (proyek eksplorasi),” kata Anwar dalam pidato bulanan kepada staf di Kantor Perdana Menteri. “Tapi kalau syaratnya harus ada negosiasi, maka kami siap untuk negosiasi,” lanjutnya.
Sambil menegaskan klaimnya di LCS, otoritas China dalam beberapa tahun terakhir menggenjot pengembangan pulau-pulau buatannya, termasuk melengkapi beberapa di antaranya dengan fasilitas militer dan landasan pacu. Adapun negara-negara di kawasan Laut China Selatan menuduh kapal Beijing mengganggu kapal penangkap ikan mereka. Pada 2021, Malaysia memanggil utusan Beijing untuk “Negeri Jiran” sebagai protes setelah kapal China memasuki zona ekonomi maritimnya di wilayah sengketa Laut China Selatan. Awal tahun itu, Malaysia mengerahkan jet tempur untuk mencegat 16 pesawat militer China yang terbang di lepas pantai Kalimantan di atas Laut China Selatan.