Maju-Mundur Investor Ibu Kota Baru

Pembangunan IKN terus melaju di tengah banyaknya kritik soal pembiayaan proyek yang direncanakan berlangsung selama 15-20 tahun . Pasalnya, pembangunan ibu kota baru seluas 256 ribu hektare tersebut diperkirakan menelan biaya Rp 466 triliun. Menurut Presiden Joko Widodo (Jokowi), sekitar 20 persen dari biaya itu akan ditanggung oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sedangkan sisanya akan didapat dari investasi murni swasta, investasi BUMN, kerja sama pemerintah dan badan usaha, hingga penerbitan obligasi publik. Pembicaraan soal biaya pembangunan IKN kian ramai setelah calon investor proyek IKN, Softbank, pada Jumat pekan lalu menyatakan batal menyuntikkan modal di megaproyek tersebut. Padahal perusahaan asal Jepang itu pada 2020 digadang-gadang bakal memasok dana segar sebesar US$ 100 miliar (Rp 1.431 triliun).

Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan rencana hengkangnya Softbank sebenarnya telah lama disampaikan kepada pemerintah. Softbank urung mendanai pembangunan IKN setelah harga sahamnya anjlok. Pemerintah dan Softbank sejak awal memang belum pernah mencapai titik temu ihwal rencana investasi di IKN. Ada yang menyebut jika syarat-syarat yang diajukan Softbank tidak masuk akal. Misalnya, Sofbank meminta jumlah penduduk IKN Nusantara nantinya minimum 50 juta jiwa. Selain itu, Softbank ingin semua industri di Jakarta dan sekitarnya dipindahkan ke IKN. Padahal, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menjelaskan bahwa IKN dibangun dengan konsep kota kecil berwawasan lingkungan. Selain itu, daya dukung IKN tidak memungkinkan untuk menampung semua industri dari kawasan Jakarta dan sekitarnya. Faktor lain yang membuat Softbank membatalkan rencananya adalah, karena Vision Fund milik perusahaan Softbank gagal mendapatkan dana dari investor Abu Dhabi dan Arab Saudi.

Ketua Tim Komunikasi Ibu Kota Negara, Sidik Pramono, mengatakan semua pembicaraan dengan pihak-pihak yang berminat berinvestasi di IKN masih berada pada tahap awal dan belum berlanjut ke tahap teknis. Hal yang sama berlaku untuk Softbank. Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, memperkirakan salah satu penyebab mundurnya Softbank ialah banyaknya kerugian yang dialami perusahaan tersebut dalam investasi di Wework dan Alibaba. Pandemi Covid-19, membuat kondisi keuangan Softbank kian buruk. Selain masalah finansial, Softbank melihat adanya risiko politik dari proyek pembangunan IKN. Terlebih belakangan ada kegaduhan soal perpanjangan masa jabatan presiden yang membuat investor memilih wait and see. Sikap menunggu diambil karena investasi di IKN butuh kepastian jangka panjang. Sedangkan dinamika politik dapat membuat proyek terhenti di tengah jalan. Tak hanya itu, ongkos konstruksi diperkirakan akan melambung lantaran inflasi dan ketidakpastian global akibat perang Rusia-Ukraina. Pemerintah harus mencari pengganti Softbank berupa lembaga investasi hedge fund ataupun sovereign wealth fund dari negara-negara mitra, seperti Arab Saudi, meski sayangnya mencari investor sekelas softbank bukan hal mudah.

Search