Dalam sepekan ini beredar dua versi salinan putusan MA Nomor 23 P/HUM/2024 terkait uji materi Pasal 4 Ayat (1) Huruf d PKPU No 9/2020. Salinan putusan versi pertama beredar di sejumlah kalangan pada 30 Mei 2024 atau sehari setelah diputus oleh majelis hakim. Salinan putusan setebal 63 halaman itu mengabulkan permohonan Partai Garuda dan memerintahkan KPU untuk mencabut pasal yang dipersoalkan. Dalam salinan putusan itu, tidak ada watermark bertuliskan Mahkamah Agung. Sementara pada versi kedua putusan MA Nomor 23 P/HUM/2024 dapat diunduh dari laman Direktori Putusan Mahkamah Agung RI pada 3 Juni 2024 dengan tebal 69 halaman. Ada satu hal mencolok yang membedakan, pada salinan kedua, hakim agung Cerah Bangun mengajukan pendapat berbeda atau dissenting opinion.
Pengajar Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera, Bivitri Susanti, mengungkapkan, fenomena beredarnya dua salinan putusan tersebut harus disorot, terutama untuk menggali motivasi pihak yang menyebarkan salinan putusan versi pertama yang di dalamnya tidak memuat dissenting opinion. Publik berhak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di internal MA sebab implikasi politik dari putusan tersebut sangat besar dan tidak main-main. Juru Bicara MA Suharto saat dikonfirmasi mengungkapkan bahwa pihaknya akan mengecek terlebih dahulu ke panitera muda yang bertanggung jawab.
Bivitri menilai, putusan MA terkait syarat usia calon kepala daerah tersebut tidak bisa diberlakukan untuk pilkada tahun 2024, karena bisa menimbulkan ketidakadilan. Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Susi Dwi Harijanti juga mengungkapkan, pengadilan seharusnya tidak mengubah aturan main pemilihan pada saat tahapan berlangsung. Anggota KPU, Idham Holik, mengatakan, KPU masih mengkaji putusan MA terkait syarat usia calon kepala daerah.