Negara-negara produsen pangan semakin membatasi ekspor komoditas mereka untuk menjaga stok kebutuhan dalam negeri masing-masing. Meluasnya larangan ekspor dari negara-negara produsen tersebut, makin membuat harga pangan global tidak terkendali. Dewan Penasihat Institut Agroekologi Indonesia (Inagri), Ahmad Yakub, yang diminta pendapatnya mengatakan dengan makin banyaknya negara yang melarang ekspor pangan maka yang akan paling menderita adalah kelompok paling rentan yakni orang miskin, dan terutama perempuan dan anak-anak orang miskin.
Kebijakan negara pada saat ini, menurut Yakub, harus fokus pada penanganan jangka pendek potensi rawan pangan yang sensitif pada kebutuhan kelompok paling rentan dan penanganan jangka panjang yakni mendorong kemandirian pangan yang selama ini cenderung masih menjadi retorika. “Jangka pendek jaminan sosial jangan sampai bocor dan tepat sasaran. Jangka panjang, diversifikasi pangan sehingga bisa substitusi pangan itu benar-benar dilaksanakan,” kata Yakub. Pangan dan energi, katanya, tidak hanya berdimensi ekonomi, tapi merupakan kebutuhan paling fundamental sebuah bangsa. Sebab itu, dalam menyikapi masalah pangan tidak boleh semata-mata hanya pertimbangan ekonomi, tetapi mesti pertimbangan sustainability bangsa jauh ke depan.
Seperti diketahui, India telah melarang ekspor gandum karena harga gandum yang melonjak tahun ini disebabkan perang Russia-Ukraina. Kedua negara merupakan eksportir komoditas terbesar yang berdasarkan catatan Bank Dunia, Russia-Ukraina menyumbang 29 persen ekspor gandum global. Menurut PIIE, Russia dan Ukraina termasuk di antara lima pengekspor global teratas untuk banyak jenis sereal dan biji minyak penting, seperti jelai, bunga matahari dan minyak bunga matahari, serta jagung. Selain India, Russia dan Ukraina, Mesir, Kazakhstan, Kosovo, dan Serbia juga telah melarang ekspor gandum karena kekhawatiran terhadap inflasi dan ketahanan pangan. Bukan hanya gandum, banyak negara juga telah menerapkan larangan ekspor makanan lainnya karena inflasi global yang melonjak akibat krisis Ukraina. Harga telah melonjak untuk berbagai macam produk makanan lainnya, berkontribusi terhadap kenaikan inflasi di seluruh dunia. Beberapa produk tersebut antara lain minyak bunga matahari, minyak sawit, pupuk dan biji-bijian.