Kurs Rupiah Makin Memburuk Tertekan Inflasi

Badan Pusat Statistik (BPS), pada Senin (1/4), merilis data inflasi pada Maret 2024 tercatat 0,43 persen dan secara year to date (ytd) atau Januari-Maret sudah mencapai 0,80 persen. Sedangkan secara tahunan (year on year/yoy) atau inflasi Maret 2023 terhadap Maret 2024 tercatat 3,05 persen. Di Amerika Serikat (AS), Indeks Harga Pengeluaran Konsumsi Pribadi (PCE, Personal Consumption Expenditures Price Index) yang naik mengindikasikan tren inflasi yang berkelanjutan. PCE Inti berfluktuasi, naik 2,8 persen periode tahunan dan 0,3 persen untuk periode bulanan. Angka tersebut menunjukkan tren inflasi yang berkelanjutan yang berpotensi mendorong bank sentral AS, Federal Reserve (Fed) menahan sebelum mulai menurunkan suku bunga tahun ini. Kondisi ini selanjutnya memberi sentimen positif terhadap mata uang dollar AS.

Analis Finex, Brahmantya Himawan, kepada Antara di Jakarta, Senin (1/4), mengatakan sentimen positif ke dollar AS itu menyebabkan kurs rupiah ditutup melemah 38 poin atau 0,24 persen ke level 15.895 rupiah per dollar AS dari sebelumnya 15.857 per dollar AS. “Nilai rupiah masih cenderung melemah dan dollar AS lebih condong meneruskan tren kenaikannya terhadap rupiah. Hal ini juga didukung oleh perilisan angka inflasi Amerika Serikat yang diukur dengan Indeks Harga Pengeluaran Konsumsi Pribadi,” kata Brahmantya.

Guru Besar Fakultas Bisnis dan Ekonomi (FBE) Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Aloysius Gunadi Brata, mengatakan pemerintah patut memperhatikan serius inflasi karena untuk inflasi tahunan lebih tinggi dari bulan sebelumnya (2,75 persen), sekaligus melampaui ekspektasi sebelumnya yakni di kisaran 3 persen. “Hal itu berarti terjadi pelebaran diskrepansi antara ekspektasi dan realitas. Inflasi yang meninggi membuat mata uang pun menjadi lemah sehingga nilai tukarnya terhadap mata uang lain pun memburuk,” kata Aloysius.

Search