Pemerintah Indonesia diminta melakukan lobi politik khusus untuk meyakinkan negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat, agar menghadiri pertemuan G-20 di tengah seruan kencang memboikot acara itu jika Presiden Rusia, Vladimir Putin, datang. Seorang pengamat hubungan internasional mengatakan tanpa kehadiran pemimpin negara Barat ataupun Rusia, maka pertemuan tersebut akan sulit menghasilkan solusi menyusul kacaunya perekonomian dunia akibat pandemi dan perang.
Adapun pemerintah Indonesia tetap pada sikapnya untuk tidak memihak dan pertemuan di Bali itu ditujukan pada pemulihan ekonomi global yang menjadi prioritas penduduk dunia saat ini. Indonesia sudah semestinya mengundang semua negara anggota G-20 tanpa terkecuali, terlepas dari perseteruan politik yang terjadi akibat perang di Ukraina. Itu mengapa sikap pemerintah yang netral dianggap tepat. Sebaliknya, jika para pemimpin negara Barat menolak hadir ke KTT, maka hal itu sama saja menghina Indonesia.
Prinsip kebijakan politik luar negeri yang bebas aktif sudah saatnya diterapkan dan ditunjukkan kepada dunia. Dalam situasi seperti ini, pemerintah Indonesia harus menunjukkan dirinya memiliki posisi yang setara dengan negara lain. Sehingga negara-negara Barat maupun Rusia harus menghormati keputusan Indonesia. Ada dua hal yang bisa dilakukan pemerintah Indonesia untuk menghadirkan semua kepala negara G-20 pada November mendatang. Pertama, dengan lobi politik personal. Kedua yakni mengajak dan melibatkan negara lain di G-20 seperti Arab Saudi, Brasil, dan India untuk bisa meyakinkan negara-negara Barat dan AS serta Rusia untuk mengesampingkan perseteruan politik mereka