Pemerintah merombak total kebijakan terkait minyak goreng sawit (MGS) curah, dari semula berbasis perdagangan menjadi kebijakan berbasis industri. Dengan kebijakan berbasis industri, pemerintah bisa mengatur bahan baku, produksi dan distribusi MGS Curah dengan lebih baik, sehingga pasokannya selalu tersedia dengan harga yang sesuai harga eceran tertinggi (HET). Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Edy Priyono menyebut kebijakan pemerintah tersebut untuk membantu masyarakat mendapatkan minyak goreng. Pemerintah memberikan subsidi terhadap minyak goreng curah, sehingga masyarakat bisa membeli dengan harga lebih murah daripada harga keekonomian, yaitu Rp14. 000 per liter. Selisih antara harga keekonomian dengan HET (Rp14.000) itu ditutup oleh pemerintah dengan menggunakan dana yang ada di Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Pengawasan akan dilakukan terutama oleh Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Satgas Pangan Polri, dan juga dengan dukungan pemerintah daerah. KSP dan Kemenko Perekonomian juga melakukan monitoring untuk memastikan bahwa kebijakan tersebut terimplementasikan dengan baik. Anggota Komisi VI DPR Herman Khaeron menyebutkan peningkatan kepemilikan konsesi perkebunan kelapa sawit negara bisa menjadi solusi mengatasi permasalahan harga minyak goreng yang mahal saat ini. Lebih ideal lagi, negara melalui BUMN perkebunan (PTPN) dapat meningkatkan kepemilikan konsesi perkebunan kelapa sawit. Minimal sekitar 30 persen dari total produksi CPO saat ini jika bisa dihasilkan dari kepemilikan konsesi perkebunan kelapa sawit PTPN, maka hal tersebut diyakini akan memberikan dampak baik terhadap harga jual minyak goreng ke masyarakat. Saat ini pemerintah juga perlu mendorong produsen CPO agar dapat menurunkan harga, sehingga produsen minyak goreng memiliki perhitungan harga keterjangkauan masyarakat, bukan harga keekonomian.