Menyusul dampak gelombang panas dan perubahan iklim terhadap produksi pangan di banyak negara, yang kemudian diperparah dengan perang Rusia-Ukraina,ketahanan pangan kini menjadi isu utama dunia.
Dihadapkan pada lonjakan harga pangan global dan politik proteksionisme pangan internasional, Indonesia memiliki risiko krisis pangan serius, mengingat ketergantungan Indonesia pada pasar pangan global masih tinggi hingga kini. Pada 2021, Indonesia masih mengimpor komoditas pangan strategis dalam jumlah signifikan, antara lain impor beras 400 ribu ton, garam 2,8 juta ton, gula 5,4 juta ton, kedelai 2,5 juta ton, gandum 11,2 juta ton, dan daging sapi 273 ribu ton. Ketergantungan pada pasar pangan global untuk negara dengan jumlah penduduk terbesar ke-4 di dunia, adalah sangat berisiko tinggi, tidak hanya dari fluktuasi harga namun juga ketersediaan pasokannya. Ketergantungan tinggi pada impor pangan ini semakin berisiko ketika sumber impor hanya bergantung pada segelintir negara saja. Pada 2021, dari 2,5 juta ton kedelai impor, 87%-nya berasal dari Amerika Serikat saja. Pada tahun yang sama, dari 11,2 juta ton gandum impor, 84%-nya hanya berasal dari tiga negara saja, yaitu Australia, Ukraina, dan Kanada.
Arah kebijakan ke depan seharusnya adalah mendorong gerakan pangan berkelanjutan dengan konsep ketahanan dan kemandirian pangan, mempromosikan pengembangan lumbung pangan lokal, usaha pertanian pangan berbasis keluarga (family farming), serta akses ke pangan segar dan terjangkau, dengan penekanan pada keterkaitan desa-kota untuk kelancaran arus distribusi pangan.