KPU mengevaluasi total penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada 2024, termasuk terkait dibatalkannya hasil pilkada di 24 daerah oleh Mahkamah Konstitusi, sehingga pemungutan suara harus diulang. Evaluasi ini menyentuh penyelenggara ad hoc pilkada, seperti Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Mereka yang terbukti bermasalah, utamanya di 24 daerah tersebut, tak akan dilibatkan kembali saat Pemungutan Suara Ulang (PSU).
Ketua KPU Mochammad Afifuddin mengatakan ada sejumlah isu utama yang muncul dalam putusan MK, sehingga harus dilakukan PSU. Pertama, perdebatan hukum calon petahana yang sudah menjalani kepemimpinan dua periode. Kedua, adanya calon kepala daerah yang ternyata ijazah sekolahnya palsu, yang sebelumnya tidak terdeteksi meskipun sudah pernah menjabat selama dua periode. Ketiga, sejumlah calon tidak jujur menyampaikan riwayatnya sebagai bekas narapidana.
Terkait evaluasi menyeluruh oleh KPU, Afif mengatakan akan ada evaluasi internal di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Ia meminta agar dalam proses evaluasi ini jajaran KPU di daerah memberikan informasi yang sebenar-benarnya demi langkah-langkah perbaikan. KPU juga bakal mengevaluasi para penyelenggara ad hoc di pilkada lalu. Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Iffa Rosita mengusulkan agar penyelenggara ad hoc yang bermasalah tak dilibatkan lagi dalam PSU.