Pemerintah bakal menarik elpiji tiga kilogram (kg) dan menggantikannya dengan kompor induksi listrik secara bertahap. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai kebijakan konversi kompor listrik ini berpotensi semakin menambah beban rakyat. Pengurus Harian YLKI Agus Suyatno menyatakan mustahil bisa mengandalkan 100% pasokan listrik. Masyarakat perlu mengantisipasi jika terjadi gangguan mati listrik. Sehingga, dengan program konversi ini masyarakat bakal tetap menggunakan dua kompor yaitu kompor listrik dan kompor gas. “Dengan demikian, masyarakat justru bisa berpotensi mengalami double burden, menggunakan kompor listrik sekaligus elpiji,” kata Agus Suyatno.
Agus juga menilai, infrastruktur listrik di luar Pulau Jawa harus diperbaiki terlebih dahulu. Sebab, infrastruktur kelistrikan yang mumpuni baru di kota besar wilayah Jawa. Di luar kota besar di Jawa, pasokan listrik kerap ‘byar pet’, bergantian hidup dan mati.
Adapun Direktur Center for Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menyampaikan, walau pemerintah membebaskan biaya untuk pengadaan kompor induksi hingga proses instalasi tambah daya listrik, keluarga penerima manfaat bakal menanggung biaya untuk membeli peralatan memasak yang sesuai dengan spesifikasi kompor induksi. Harus ada insentif juga untuk jangka panjang, terutama pada peralatan memasaknya. Karena kalau dibebankan kepada orang miskin itu akan menambah beban biaya hidup. Bagi para pelaku UMKM, Bhima mengusulkan agar pemerintah lebih mengedepankan jaminan subsidi energi ketimbang memberikan paket kompor Induksi. Alasannnya, penggunaan kompor induksi tak sanggup untuk menopang mobilitas pelaku usaha yang bergerak di bidang kuliner.