Konflik Rusia-Ukraina akan berdampak negatif dan positif terhadap neraca perdagangan Indonesia. Dari sisi perdagangan migas, karena Indonesia merupakan net importir migas maka impor Indonesia berpotensi membengkak karena harga minyak melambung. Namun, di sisi lain Indonesia memiliki peluang memanfaatkan situasi ini karena naiknya harga komoditas, misalnya minyak sawit dan batu bara. Indonesia juga harus segera mencari negara alternatif pemasok gandum selain Ukraina. Harga gandum diperkirakan akan terus merangkak naik di tengah eskalasi konflik Rusia-Ukraina. Akibatnya, produk turunan gandum seperti tepung terigu, mi, roti hingga kue dikhawatirkan akan ikut terkerek.
Hal positif di balik konflik ini adalah, Indonesia dapat menjadi negara alternatif suplai dunia menggantikan Rusia atau Ukraina. Minyak sawit Indonesia, misalnya, dapat menjadi alternatif pasokan minyak biji bunga matahari untuk kawasan UE yang selama ini mengandalkan Rusia dan Ukraina. Indonesia juga berpeluang meningkatkan pengapalan minyak sawit ke India dan China guna menggantikan impor minyak biji bunga matahari yang mencapai masing-masing 79,6% dan 56,6% dari kebutuhan nasional kedua negara tersebut. Naiknya harga minyak mentah dunia dan terdisrupsinya pasokan migas dari Rusia juga akan mendorong naiknya permintaan batu bara. Selama ini Polandia tercatat mengimpor batu bara dari Rusia sejumlah 56,6% dari kebutuhan energinya. Sementara pemenuhan energi Maroko yang berasal dari batu bara dengan pangsa 70,2% juga dikapalkan dari Rusia. Indonesia dapat mengambil alih pangsa impor Rusia untuk negara-negara tersebut. Indonesia juga dapat mengalihkan ekspor produk besi baja nonpaduan yang selama ini dipasok oleh Rusia dan Ukraina ke negara-negara seperti Italia, Turki, Belgia, Filipina untuk kebutuhan konstruksi mereka. Negara-negara itu mencatatkan pangsa impor sebesar masing-masing 54,1%, 56%, 79,6%, dan 50,6% dari kebutuhan nasional. Sementara ekspor produk aluminium/stainless steel dapat ditingkatkan ke negara-negara UE, Balkan dan Turki.
Tantangan yang akan menghadang utamanya adalah ketersediaan kontainer serta kenaikan harga freight yang signifikan untuk kargo pengiriman ekspor, terdisrupsinya rantai pasok dan durasi waktu pengiriman. Di tengah eskalasi konflik yang masih penuh dengan ketidakpastian, Indonesia memiliki peluang untuk menjadi negara altenatif pemasok yang ditinggalkan oleh Rusia dan Ukraina. Namun, Pemerintah perlu mewaspadai para produsen domestik agar mereka tidak hanya tergiur untuk ekspor. Mereka tetap harus memperhatikan pemenuhan kewajiban domestic market obligation (DMO) untuk keperluan stabilitas dan kontinuitas suplai minyak sawit dan batu bara di dalam negeri.