Aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) dan mantan pelapor khusus Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), Marzuki Darusman, meminta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyelidiki dugaan keterlibatan 3 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam penjualan senjata ke junta Myanmar. Ketiga BUMN itu adalah PT Perindustrian Angkatan Darat (PINDAD), PT Penataran Angkatan Laut (PAL), dan PT Dirgantara Indonesia. Dalam permohonannya, Marzuki Darusman meminta agar Komnas HAM melakukan penyelidikan dan bukti-bukti lebih lanjut terhadap dugaan keterlibatan tiga BUMN tersebut. Ia juga meminta agar Komnas HAM membentuk tim khusus pencari fakta terkait bisnis perdagangan senjata dan kaitannya dengan HAM.
Di sisi lain, Marzuki mendesak pemerintah termasuk Kementerian Pertahanan dan Kementerian BUMN menghentikan secara permanen perdagangan senjata dengan junta militer Myanmar. Menurut Marzuki, ketiga BUMN itu diduga terlibat dalam pelanggaran HAM berat karena menjual senjata ke junta militer Myanmar. Dugaan itu tertuang dalam laporan pengaduan dugaan pelanggaran HAM yang dilayangkan Marzuki.
Dalam laporan tersebut dijelaskan terdapat pelanggaran HAM berat di Myanmar yang dilakukan oleh junta militer. Dalam laporan itu disebutkan 3 BUMN itu melanggar ketentuan Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang 39 Tahun 1999 tentang HAM. “Serta Konvensi Jenewa 1949 dan perjanjian internasional tentang perdagangan senjata,” ucap Marzuki. Sebab itu, Marzuki menilai Komnas HAM berwenang menyelidiki dugaan keterlibatan 3 BUMN tersebut dalam kasus pelanggaran HAM berat di Myanmar. Komnas HAM melalui Komisionernya, Hari Kurniawan menyebut pengaduan itu diterima Komnas HAM pada Selasa sore. Ia menyebut saat ini masih dalam proses penelaahan sebelum Komnas HAM memberikan sikap resminya.