Konflik kepentingan Amerika Serikat bersama sekutu melawan Rusia pada krisis Ukraina merembet ke G20. Polarisasi tak terhindarkan. Direktur Eksekutif CSIS, Yose Rizal Damuri, mengatakan Indonesia harus segera memberikan respon yang tepat atas terjadinya polarisasi di G20. Paling tidak, Pemerintah Indonesia harus menjembatani berbagai perbedaan. Untuk itu, kerja-kerja diplomasi di luar agenda G20 diperlukan baik secara bilateral maupun forum-forum lainnya. Langkah ini sekaligus untuk mengisolasi persoalan sehingga tidak sampai mengganggu agenda utama G20.
Guru Besar Hukum Internasional UI, Hikmahanto Juwana, berpendapat Indonesia sebagai Presiden G20 tahun ini semestinya bisa meninggalkan pandangan menyalahkan salah satu pihak. Indonesia sebaiknya lebih baik fokus pada pemulihan dunia tanpa mengecualikan negara ataupun pihak tertentu. Indonesia harus tampil percaya diri sekaligus tegas terhadap negara-negara lain bahwa kita bisa mengemudikan kendaraan G20 ini dengan efektif. Hikmahanto menekankan pentingnya Indonesia terus proaktif.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah, menyatakan, kerja-kerja diplomasi sedang dijalankan Pemerintah Indonesia dalam berbagai jalur. Ini termasuk diplomasi dalam pertemuan-pertemuan reguler di berbagai forum. Di saat yang bersamaan, Indonesia tetap aktif mendorong penghentian peperangan di berbagai forum global. Menlu Retno Marsudi berdialog dengan Wakil Menlu Ukraina Emine Dzapharova di Doha, Qatar, Sabtu (26/3/2022). Ada juga diplomasi yang terus dilakukan oleh para diplomat Indonesia di PBB, baik di New York, AS, maupun di Geneva, Swiss.