Kerangka Fiskal Perubahan Iklim Dikembangkan

Pemerintah saat ini sedang mengembangkan kerangka fiskal perubahan iklim atau climate change fiscal framework (CCFF). Kerangka tersebut nantinya akan mengidentifikasi permintaan serta pasokan pendanaan terkait perubahan iklim. Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pengembangan tersebut sesuai dengan upaya pemerintah yang mentransformasi perekonomian Indonesia melalui adopsi kebijakan yang selaras dengan konsep global tentang perubahan iklim.

Pengembangan CCFF turut sejalan dengan komitmen Indonesia dalam mengurangi emisi karbon (CO2) sehingga pemerintah memastikan ekonomi yang tumbuh harus berkontribusi mengurangi emisi karbon global. Berdasarkan dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) pada 2016, Indonesia berkomitmen menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 29 persen melalui kemampuan sendiri dan 41 persen melalui dukungan internasional pada 2030. Sri Mulyani tak memungkiri akan dibutuhkan biaya yang sangat besar untuk mengatasi perubahan iklim terutama di sektor energi dan transportasi yang menyumbang 97 persen dari total emisi di Indonesia. Kendati demikian, pemerintah akan tetap mengatasi perubahan iklim melalui mekanisme transisi energi atau energy transition mechanism (ETM) termasuk menerapkan carbon pricing. Pemerintah juga menggunakan alat fiskal agar dapat mengatasi isu perubahan iklim melalui insentif, misalnya tax holidaytax allowance, dan fasilitas Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Peneliti Keuangan Iklim dan Energi Perkumpulan Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER), Siti Shara, meminta agar sektor industri tidak hanya melakukan pencitraan terkait dengan penggunaan energi bersih. Penggunaan energi batu bara berdampak sangat buruk bagi lingkungan dan mendatangkan kerugian secara ekonomi. Pilihan terbaik adalah menggantinya dengan energi bersih. Industri dapat mencapai efisiensi energi untuk mengurangi dampaknya terhadap lingkungan. Sementara Peneliti Ekonomi Indef, Nailul Huda, mengatakan perusahaan yang ada maupun yang akan masuk juga masih banyak yang belum standar energi rendah karbon. Langkah pemerintah untuk peralihan transisi energi patut didukung, namun tidak berharap akan optimal karena dalam rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL) porsi batu bara masih banyak. Jika pemerintah berani melakukan transisi, harus mulai berani dulu ke perusahaan-perusahaan tambang batu bara dalam menghasilkan energi listrik.

Search