Kementerian Hukum telah mengesahkan kepengurusan baru Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan atau DPP PPP dengan Muhammad Mardiono sebagai Ketua Umum. Ditjen Administrasi Hukum Umum melakukan penelitian administratif dan yuridis terhadap permohonan tersebut. Dari penelitian yang dilakukan diketahui bahwa pemilihan Ketua Umum dalam Muktamar X PPP itu menggunakan AD/ART PPP hasil Muktamar IX di Makassar, Sulawesi Selatan pada 2020. Menurut Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, tidak ada perubahan pada AD/ART yang menjadi landasan hukum bagi penyelenggaraan Muktamar X PPP. Supratman menampik bahwa proses cepat pengesahan SK kepengurusan Mardiono adalah perlakuan khusus. Saat ditanya mengenai kubu Agus Suparmanto yang juga telah mendaftarkan kepengurusan PPP ke Kementerian Hukum, Supratman mengaku belum mengetahui hal tersebut. Ia menyatakan tidak pernah bertemu dengan perwakilan kubu Agus Suparmanto.
Wakil Sekretaris Jenderal PPP 2020-2025 yang juga berada di kubu Mardiono, Rapih Herdiansyah, mengatakan, pengesahan oleh Menteri Hukum sekaligus memberikan kepastian hukum di tengah dinamika yang terjadi di tubuh PPP. Kubu Mardiono berkomitmen untuk merangkul seluruh kader demi persatuan partai. Menurut Rapih, kepengurusan di bawah pimpinan Mardiono kini memiliki legalitas yang sah dan tidak dapat diperdebatkan lagi.
Kubu Agus Suparmanto melalui keterangan pers tertulis menyampaikan penolakan atas SK Menteri Hukum yang mengesahkan kepengurusan PPP dengan Ketua Umum Mardiono. Kubu Agus menyampaikan enam catatan, salah satunya SK Menteri Hukum itu cacat karena tidak memenuhi delapan syarat yang diatur dalam Permenkumham Nomor 34 Tahun 2017. Pengajuan pengesahan susunan kepengurusan baru oleh Mardiono juga tidak menyertakan surat keterangan tidak dalam perselisihan internal partai politik dari Mahkamah Partai. Kubu Agus Suparmanto meminta Menteri Hukum untuk menunjukkan Surat Mahkamah Partai PPP. Selain itu, Menteri Hukum juga disebut mengabaikan seluruh fakta yang terjadi dalam Muktamar X PPP.