Bank Dunia, pada Rabu (18/5) waktu Washington, mengumumkan kebijakan yang akan ditempuh sebagai bagian dari tanggapan global yang komprehensif terhadap krisis ketahanan pangan yang sedang berlangsung. Lembaga tersebut akan menyediakan pembiayaan hingga 30 miliar dollar AS guna membiayai proyek-proyek yang sudah ada maupun proyek yang baru. Bank Dunia mengatakan pembiayaan yang tersedia di bidang-bidang, seperti pertanian, nutrisi, perlindungan sosial, air dan irigasi akan direalisasikan guna mengatasi kerawanan pangan selama 15 bulan ke depan. Termasuk upaya untuk mendorong produksi pangan dan pupuk, meningkatkan sistem pangan, memfasilitasi perdagangan yang lebih besar, dan mendukung rumah tangga dan produsen yang rentan.
Bank Dunia tengah bekerja dengan negara-negara lain dalam mempersiapan 12 miliar dollar AS untuk proyek baru dalam kurun waktu 15 bulan ke depan sebagai respons krisis ketahanan pangan. Selain itu, portofolio nya juga mencakup dana yang belum dicairkan sebesar 18,7 miliar dollar AS pada proyek-proyek yang terkait langsung dengan masalah ketahanan pangan dan gizi, yang mencakup pertanian dan sumber daya alam, gizi, perlindungan sosial, dan sektor lainnya. “Kenaikan harga pangan memiliki dampak yang menghancurkan bagi mereka yang paling miskin dan paling rentan,” kata Presiden Grup Bank Dunia, David Malpass.
Untuk menstabilkan pasar, sangat penting bagi negara-negara untuk membuat pernyataan yang jelas tentang peningkatan produksi di masa depan sebagai tanggapan atas perang Rusia-Ukraina. Malpass juga mendesak negara-negara produsen untuk melakukan upaya bersama guna meningkatkan pasokan energi dan pupuk, membantu petani meningkatkan penanaman dan hasil panen, dan menghapus kebijakan yang menghalangi ekspor dan impor, mengalihkan makanan ke biofuel, atau mendorong penyimpanan yang tidak perlu. Dalam pernyataan bersama, Bank Dunia bersama Dana Moneter Internasional (IMF), Program Pangan Dunia PBB (WFP) dan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) memperingatkan bahwa perang di Ukraina menambah tekanan yang ada dari krisis Covid-19, perubahan iklim, dan meningkatnya kerapuhan dan konflik, yang mengancam jutaan orang di seluruh dunia. Kenaikan tajam harga-harga bahan pokok dan kekurangan pasokan memicu tekanan pada rumah tangga. Ancaman terbesar terjadi di negara-negara termiskin, tetapi kerentanan juga meningkat pesat di negara-negara berpenghasilan menengah, yang menampung sebagian besar orang miskin di dunia.