Kementerian Keuangan mengumumkan tiga kebijakan untuk menangkal dampak negatif efisiensi anggaran 2026, yang di antaranya termasuk penghapusan uang saku rapat di luar kantor. Pertama, pemerintah akan mengalihkan anggaran hasil efisiensi ke sektor produktif, seperti pembiayaan ultra mikro, Kredit Usaha Rakyat (KUR), serta insentif bagi sektor padat karya. Kedua, memperkuat sektor pariwisata dan industri MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition) melalui kementerian terkait untuk mendukung kegiatan nasional dan internasional. Ketiga, memberikan diskon tiket transportasi umum dan tarif tol pada periode libur sekolah untuk mendorong aktivitas pariwisata, termasuk tingkat okupansi hotel.
Kebijakan efisiensi ini mencakup penghapusan uang saku untuk rapat di luar kantor paket fullday, sedangkan hanya paket fullboard yang masih diberikan uang saku Rp130.000 per orang per hari. Direktur Sistem Penganggaran DJA, Lisbon Sirait, menegaskan rapat di hotel akan berkurang, sehingga kementerian/lembaga diharapkan memanfaatkan rapat daring untuk efisiensi anggaran. Namun, kebijakan ini berdampak pada industri perhotelan yang sudah menghadapi tekanan berat akibat rendahnya okupansi, bahkan terancam PHK massal. PHRI Jakarta mencatat 96,7% hotel mengalami penurunan okupansi, dan sekitar 70% di antaranya mempertimbangkan pengurangan jumlah karyawan jika kondisi tak membaik. Pemerintah berharap kebijakan baru dapat menstimulasi kembali industri pariwisata.