Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menilai ancaman resesi global pada 2023 semakin besar. Analis Kebijakan Ahli Madya Pusat Kebijakan Ekonomi Makro BKF Kemenkeu Rahadian Zulfadin mengatakan hal itu sejalan dengan belum ada tanda-tanda berakhirnya perang Rusia-Ukraina. Belum lagi, kenaikan harga barang-barang yang masih akan terjadi tahun depan akibat rantai pasok yang terganggu. Karenanya, ia pesimis lonjakan inflasi saat ini bisa melandai, terutama di Inggris dan Eropa. Kemudian, direspons oleh suku bunga. Ini tentunya akan membawa dampak pada ekonomi yang melemah karena tingkat bunga yang tinggi.
Menurutnya, hanya beberapa negara yang belum melakukan kenaikan suku bunga untuk menekan inflasinya, seperti China dan Jepang. Tapi, secara umum, semua negara menaikkan suku bunga. Bahkan, Brasil tetap mempertahankan suku bunga tinggi, meski inflasinya sudah mulai turun. Rahadian menjelaskan salah satu faktor yang menandakan lonjakan inflasi berdampak negatif ke perekonomian dunia adalah pelemahan aktivitas manufaktur. Walaupun, PMI manufaktur masih di level ekspansif, tapi trennya menurun.
Potensi resesi makin besar ini, kata Rahadian, tercermin dari data yang dirilis oleh IMF pada Oktober 2022, yang memproyeksi perekonomian dunia pada 2023 turun menjadi 2,7 persen dibandingkan proyeksi awal sebesar 2,9 persen. “Kalau kita anggap misalnya, ekonomi dunia itu punya tiga lempeng besar, yakni AS, China, Eropa, semuanya juga menurun (proyeksi pertumbuhan ekonominya). Jadi, ini indikasi bahwa ke depan risiko resesi itu memang semakin besar,” pungkasnya.