Kementerian Keuangan (Kemenkeu) merespons 39 pejabatnya yang rangkap jabatan menjadi komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN), termasuk Wamenkeu Suahasil Nazara hingga Inspektur Jenderal Awan Nurmawan Nuh. Menurut Staf Khusus Kemenkeu Yustinus Prastowo pejabat Kemenkeu merangkap jabatan karena melekat tanggung jawab dan membuat koordinasi lebih mudah. “Kalau di kami, bendahara negara, adalah salah satu pemegang saham utama. Karena memegang otoritas fiskal, maka menempatkan perwakilan di sana, menugaskan para pejabatnya untuk menjadi komisaris dalam rangka pengawasan karena di situ ada tanggung jawab,” ujarnya. Prastowo berharap masyarakat memahami fenomena rangkap jabatan ini adalah dalam rangka pengawasan. “Yang dilarang setahu saya menteri, penafsiran berikutnya apakah wakil menteri sama dengan menteri menurut UU?” jelas Prastowo.
Meski begitu, Prastowo mengaku pihak Kemenkeu terbuka dengan adanya perubahan undang-undang bila dibutuhkan. Ia menjelaskan Kemenkeu siap mengikuti arahan Presiden Joko Widodo dan DPR. Sehingga lebih tepat diamanatkan kepada uu supaya jelas dudukannya, kalau eksisting uu tidak melarang. Tapi kalau dirasa memang tidak tepat, mari kita usulkan dan masyarakat punya hak untuk mengusulkan perubahan uu itu. Kami ikut saja,” terangnya.
Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas Fitra) mencatat ada 39 pejabat Kemenkeu yang rangkap jabatan. Mayoritas pejabat ini merupakan eselon I dan II. Kebanyakan dari mereka merangkap sebagai komisaris maupun wakil komisaris di BUMN. Seknas Fitra menilai Kemenkeu memiliki fungsi dan peran yang penting serta vital bagi pengelolaan keuangan di Indonesia. Fokus kinerjanya menjadi bercabang akibat rangkap jabatan, sehingga dikhawatirkan berdampak pada kinerja mereka, baik di Kemenkeu ataupun perusahaan plat merah. “Alasan lainnya, persoalan rangkap jabatan sejatinya telah melanggar regulasi sehingga kebijakan rangkap jabatan ini patut untuk dievaluasi kembali,” ungkap Seknas Fitra melalui keterangan resmi, Senin (6/3) lalu.