Kemendag Sebut Pemerintah Segera Bayar Utang Rafaksi Minyak Goreng

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag), Isy Karim mengatakan pemerintah akan segera membayarkan utang rafaksi minyak goreng. Saat ini, Kemendag tengah menunggu proses verifikasi dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit atau BPDPKS. Isy mengungkap Kemendag telah memberikan sejumlah dokumen untuk proses pembayaran utang ke BPDPKS. Berdasarkan hasil verifikasi Sucofindo, pemerintah harus membayar utang sebesar Rp 474 miliar kepada produsen minyak goreng, dan pengusaha yang terdiri dari ritel modern maupun tradisional. Namun, angka itu berbeda dari klaim yang diajukan oleh 54 pelaku usaha yakni senilai Rp 812 miliar. Sementara, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) sendiri mengklaim pemerintah punya utang ke ritel sebesar Rp 344 miliar. Isy menjelaskan perumusan nilai tersebut harus dilengkapi bukti penjualan sampai ke pengecer. Misalnya, biaya distribusi, ongkos angkut yang add cost, serta penyaluran maupun rafaksi yang melebihi tanggal 31 Januari 2022.

Berdasarkan catatan Tempo, utang itu muncul sejak tahun 2022 seiring dengan program satu harga minyak goreng. Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengusulkan program minyak goreng satu harga senilai Rp 14 ribu per liter, dengan selisih biaya produksi dan penjualan ditanggung pemerintah. Kebijakan itu ada karena harga minyak sawit mentah sedang melambung. Aturan itu termaktub dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 3 Tahun 2022, yang salah satunya mengatur minyak goreng satu harga. Di sana disebutkan, BPDPKS akan menanggung selisih biaya produksi dan penjualan alias rafaksi. Tak lama setelah itu, aturan itu dicabut dan diganti dengan skema harga eceran tertinggi atau HET senilai Rp 11.500 per liter untuk minyak curah dan Rp 144 ribu per liter untuk minyak kemasan premium. Namun, tanggungan itu tak kunjung dibayarkan.

Search