Kejagung: Ketua PN Jaksel Minta Rp60 M untuk Vonis Lepas Korupsi CPO

Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap praktik suap besar dalam kasus vonis lepas (onslagt) perkara korupsi persetujuan ekspor minyak mentah kelapa sawit (CPO) periode 2021-2022. Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, diduga menetapkan tarif suap sebesar Rp60 miliar untuk memberikan putusan lepas kepada tiga korporasi besar, yaitu PT Permata Hijau Group, PT Wilmar Group, dan PT Musim Mas Group. Proses suap ini berawal dari pengacara ketiga korporasi tersebut, Ariyanto Bakri, yang melalui Panitera PN Jakarta Pusat, Wahyu Gunawan, menyampaikan permintaan vonis lepas kepada Arif. Awalnya, Arif diminta uang Rp20 miliar, namun ia menaikkan permintaan menjadi Rp60 miliar.

Uang suap tersebut diserahkan secara bertahap dalam bentuk Dolar Amerika Serikat oleh Ariyanto kepada Wahyu, kemudian diteruskan kepada Arif Nuryanta. Dari total uang Rp60 miliar, Wahyu mendapatkan bagian USD50.000 sebagai imbalan perannya sebagai perantara. Setelah uang diterima, Arif memastikan vonis lepas bagi ketiga korporasi dalam perkara korupsi CPO, meskipun unsur pidananya sebenarnya telah terpenuhi dalam dakwaan.

Kejagung menetapkan tujuh orang sebagai tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah Ketua PN Jaksel Muhammad Arif Nuryanta, pengacara Ariyanto dan Marcella Santoso, Panitera Muda PN Jakut Wahyu Gunawan, serta tiga hakim pemberi vonis lepas, yaitu Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom. Modus utamanya adalah pengaturan vonis lepas dengan imbalan suap dalam jumlah fantastis, yang menunjukkan adanya kolusi dan penyalahgunaan kekuasaan dalam proses peradilan kasus korupsi ekspor minyak goreng tersebut.

Search