Pemerintah berupaya agar kebijakan subsidi energi ke depan lebih tepat sasaran dan adil. Oleh karena itu, perbaikan database yang berkelanjutan diperlukan untuk meningkatkan ketepatan sasaran dan efektivitas program. “Kerangka kebijakan subsidi energi ke depan akan diarahkan lebih ke ketepatan sasaran dan dari sisi keadilan,” kata Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Abdurohman, dalam diskusi publik: Subsidi Energi dan Kemiskinan yang dipantau virtual di Jakarta, Rabu (8/3). Abdurohman menuturkan untuk program pengentasan kemiskinan, ketepatan dalam penargetan (pensasaran) penerima manfaat menjadi penting bagi peningkatan efektivitas program bantuan sosial dan subsidi.
Menurut Abdurohman, pelaksanaan program bantuan sosial dan subsidi menghadapi beberapa tantangan, yakni masih rendahnya alokasi bantuan sosial, isu ketidaktepatan sasaran dan belum optimalnya dampak program terhadap penurunan kemiskinan. Bantuan sosial, tambah nya, berperan penting bagi peningkatan kesejahteraan. Namun, pelaksanaannya masih kurang tepat sasaran dan manfaatnya menurun. Sebanyak 80,2 persen rumah tangga menerima setidaknya satu program bantuan sosial di 2021.
Dari sisi efektivitas dalam penurunan angka kemiskinan, Program Keluarga Harapan (PKH) merupakan program yang paling efektif untuk menurunkan kemiskinan, kemudian diikuti dengan Kartu Sembako, Program Indonesia Pintar (PIP), sedangkan subsidi LPG yang memang paling rendah. “Dan kalau kita lihat dari tahun ke tahun efektivitasnya memang semakin menurun, ini mungkin kaitannya karena ada kenaikan inflasi sementara dari sisi indeksnya masih belum disesuaikan,” tuturnya. Menurut dia, konsep dasar dari reformasi subsidi energi adalah getting the price right. Artinya bahwa harga barang yang terbentuk memang harus melalui mekanisme pasar, namun ada dimensi untuk memproteksi atau melindungi kelompok miskin untuk menjaga keterjangkauan mereka akan kebutuhan dasarnya. Ia menuturkan subsidi berbasis harga saat ini belum sepenuhnya tepat sasaran dan lebih banyak dinikmati golongan mampu sehingga terjadi inclusion error.