Kebijakan Kurang Memadai Hambat Investor Kembangkan EBT di Indonesia

Hambatan utama pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) di Indonesia disebabkan oleh faktor nonfinansial. Lembaga audit internasional Ernst & Young (EY) menilai, para investor dan pemberi pinjaman sebenarnya tertarik dengan Indonesia. Namun, menurut Energy Transition and Climate Partner EY Gilles Pascual, Indonesia masih sangat ketergantungan terhadap bahan bakar fosil dan kurangnya kerangka kebijakan yang memadai, menyebabkan kelebihan pasokan listrik yang sangat besar di jaringan utama Jawa-Madura-Bali sehingga menghambat implementasi energi terbarukan. Laporan tersebut mengambil data dari 170 konsultasi dengan pengembang, pemberi pinjaman, investor, asosiasi industri, dan investasi asing langsung atau foreign direct investment (FDI) di sembilan negara di Asia yang dianalisis, termasuk Indonesia. Investor yang tertarik berinvestasi di energi terbarukan menghadapi kurangnya proyek yang layak karena ada hambatan dalam kebijakan dan proses. Para pemangku kepentingan itu menyebut kurangnya penggunaan energi terbarukan utamanya akibat tidak memadainya kerangka kebijakan dan investasi di negara-negara tersebut.

Hambatan khusus yang diidentifikasi untuk Indonesia meliputi pertumbuhan sektor tenaga surya dan angin yang sebagian besar masih bergantung pada pensiun dini pembangkit listrik tenaga batu bara (PLTU) dan kurangnya kejelasan peraturan pengadaan dan prosedur lelang. Selain itu, tarif negosiasi yang rendah mempengaruhi bankability perjanjian jual beli listrik atau power purchase agreement (PPA). Rekomendasi yang diberikan untuk mengatasi hambatan tersebut adalah diperlukan sinyal kebijakan yang kuat dan penghentian penggunaan batu bara secara tepat waktu untuk menarik minat pasar. Selanjutnya, mendirikan badan khusus untuk memperlancar proses pengadaan tanah dan mengembangkan model PPA untuk mengurangi jadwal negosiasi.

Untuk mendorong pertumbuhan EBT, Indonesia perlu memprioritaskan pengembangan jaringan listrik yang permintaannya belum terpenuhi, apalagi ketika energi terbarukan lebih menguntungkan secara ekonomi ketimbang menggunakan diesel atau bahan bakar fosil lainnya. Sedangkan untuk jaringan listrik utama di Jawa Bali, merancang solusi untuk memungkinkan penghentian dini pembangkit bahan bakar fosil adalah suatu keharusan agar pasar energi terbarukan dapat berkembang pesat. Menurut laporan International Energy Agency (IEA), Indonesi merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang punya potensi peningkatan kapasitas tenaga surya dan angin hingga tiga kali lipat pada 2030. Indonesia juga memiliki sumber daya angin yang melimpah, yang telah memicu minat besar terhadap potensi pembangkit listrik tenaga angin lepas pantai di Indonesia, bersama dengan Jepang, Korea Selatan, Vietnam, dan Filipina.

Search