Pemerintah melalui Badan Pangan Nasional (Bapanas) menetapkan harga batas atas pembelian gabah dan beras. Bapanas menerbitkan Surat Edaran Nomor 47/TS.03.03/K/02/2023 tentang Harga Batas Atas Pembelian Gabah atau Beras yang bertujuan untuk mengendalikan laju kenaikan harga gabah/beras. Dalam surat itu, terdapat tanda tangan sejumlah perwakilan pelaku usaha dan pihak terkait yang menyepakati harga pembelian gabah/beras. Perwakilan-perwakilan itu berasal dari Perum Bulog, Satuan Tugas Pangan Polri, Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia, PT Food Station Tjipinang Jaya, PT Wilmar Padi Indonesia, PT Surya Pangan Semesta, PT Buyung Poetra Sembada Tbk, PT Belitang Panen Raya, dan Menata Citra Selaras. Dalam surat itu, perwakilan -perwakilan tersebut menyepakati harga batas bawah pembelian gabah atau beras mengikuti Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 24 Tahun 2020 tentang Harga Pembelian Pemerintah untuk Gabah atau Beras, yakni Rp 4.200 per kilogram (kg) di tingkat petani untuk gabah kering panen (GKP). Sementara batas atasnya, sesuai surat edaran itu, disepakati Rp 4.550 per kg di tingkat petani. Kesepakatan itu merupakan hasil rapat pada Senin (20/2/2023).
Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengatakan, perwakilan petani dari Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) dan Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) terlibat dalam perumusan harga tersebut. Pastinya (kebijakan harga tersebut) untuk menjaga harga petani dan konsumen. Menurut Arief, kesepakatan harga batas atas penting agar saat panen raya tidak terjadi pembelian gabah/beras di tingkat petani dengan harga tak terkendali akibat persaingan bebas antarpenggilingan. Harga batas atas tersebut juga sudah memperhitungkan kenaikan harga pokok produksi. Di sisi lain, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih menilai, kebijakan harga tersebut merunyamkan keadaan petani. Berdasarkan perhitungannya, HPP semestinya sekitar Rp 5.600 per kg GKP di tingkat petani. Artinya, rentang harga pembelian yang ditetapkan berada di bawah angka tersebut. Dengan nilai yang berada dibawah usulan petani, Henry berpendapat, kebijakan tersebut hanya menguntungkan korporasi yang bergerak di perberasan. Korporasi dapat membeli beras dengan harga murah dan menjualnya di pasar premium.
Guru Besar Fakultas Pertanian IPB University sekaligus Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) Dwi Andreas Santosa berpendapat, kebijakan harga pembelian beras terbaru mengancam kesejahteraan petani. Berdasarkan survei asosiasinya, ongkos produksi padi tahun 2019 mencapai Rp 4.523 per kg GKP di tingkat petani. Pada September 2022, angkanya sudah menyentuh Rp 5.667 per kg GKP. Oleh sebab itu, dia berharap, harga pembelian sekitar Rp 5.700 per kg. Sayangnya, harga pembelian sesuai surat edaran itu akan jadi referensi bagi perusahaan beras swasta dan penggilingan. Saat ini, ongkos produksi (yang dikeluarkan) petani sudah naik 25-35 persen karena kenaikan tajam pada biaya sewa lahan, tenaga kerja, pupuk, dan pestisida. Apabila petani dibiarkan merugi, produksi beras nasional ke depannya akan terancam.