Kala Wacana Pasangan Prabowo-Jokowi Dibawa ke Mahkamah Konstitusi

Ghea Gyastie Italiane sebagai Koordinator Sekretariat Bersama Prabowo-Jokowi 2024-2029, mempersoalkan ketentuan Pasal 169 Huruf n Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur tentang persyaratan presiden/wakil presiden ke Mahkamah Konstitusi. Ghea mempertentangkan pasal tersebut dengan Pasal 7 UUD 1945 dan Pasal 28D terkait dengan kepastian hukum dan jaminan bagi warga negara memiliki kesempatan di dalam pemerintahan. Dalam permohonannya, Ghea mempersoalkan adanya pembatasan masa jabatan presiden dan wapres selama dua masa jabatan sehingga menimbulkan pembatasan hak. Ia meminta MK agar menyatakan pembatasan masa jabatan presiden dan wakil presiden sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 169 huruf n UU Pemilu harus dimaknai sebagai dalam masa jabatan yang sama secara berturut-turut.

Denny Indrayana mengungkapkan, Anwar Usman harus mengundurkan dan tidak turut menyidangkan perkara yang diajukan Ghea. Denny mengacu pada Peraturan MK Nomor 9 Tahun 2006 tentang Pemberlakuan Deklarasi Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi, khususnya prinsip ketidakberpihakan. Poin ke-5 penerapan prinsip ketidakberpihakan tersebut antara lain, hakim konstitusi harus mengundurkan diri dari pemeriksaan suatu perkara apabila hakim tersebut tidak dapat atau dianggap tidak dapat bersikap tak berpihak karena alasan-alasan di antaranya, hakim konstitusi tersebut atau anggota keluarganya mempunya kepentingan langsung terhadap putusan. Pengajar Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang, Charles Simabura, mengatakan, Ketua MK Anwar Usman tidak bisa ikut menyidangkan perkara pengujian UU Pemilu tersebut. Walaupun yang diuji adalah norma Pasal 169 Huruf n UU Pemilu, tetapi Anwar ”kebetulan” memiliki hubungan personal dengan Presiden berkuasa saat ini, yaitu sebagai saudara ipar.

Mengenai apakah bisa Jokowi menjadi cawapres dalam Pemilu 2024, Denny menegaskan bahwa hal tersebut tidak diperbolehkan. Tidak hanya melanggar etika politik, menurut Denny, gagasan tersebut juga bertentangan dengan konstitusi. Jokowi tidak dapat maju baik sebagai capres maupun cawapres mengingat ada pembatasan masa jabatan dua periode. Menurut Denny, sebaiknya Presiden Jokowi secara tegas saja menyatakan bahwa dirinya tidak akan mencalonkan diri dalam Pemilu 2024, baik sebagai capres maupun cawapres. Persoalan etik juga disuarakan Juru Bicara Partai Keadilan Sejahtera Muhammad Kholid. Seandainya secara norma hukum Presiden dua periode dimungkinkan maju menjadi cawapres, standar moral pemimpin akan berkurang karena etika dikesampingkan demi meraih kekuasaan. Padahal, sebagai Presiden, etika mesti berada di atas norma hukum karena menjadi kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.

Search