Dana Moneter Internasional (IMF) mempertahankan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun ini dan tahun 2024, saat lembaga global tersebut memangkas outlook ekonomi global. Dalam laporan World Economic Outlook edisi Oktober 2023 yang dirilis Selasa, (10/10/2023), IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia di level 5 persen untuk tahun ini dan tahun 2024 mendatang. Proyeksi ini tidak berubah dibandingkan perkiraan dalam laporan WEO sebelumnya. Sementara itu, IMF memperkirakan inflasi Indonesia akan mencapai 3,6 persen year-on-year (yoy) pada akhir tahun ini dan terus melandai hingga 2,5 persen yoy pada akhir tahun 2024.
Proyeksi pertumbuhan ekonomi RI dari IMF diambil berdasarkan asumsi kebijakan fiskal dan moneter RI. IMF mengatakan proyeksi ekonomi RI didasarkan pada kebijakan pemerintah yang mempertahankan kebijakan fiskal yang netral, disertai dengan kebijakan pajak dan reformasi administrasi yang moderat, realisasi belanja negara, dan peningkatan belanja modal secara bertahap dalam jangka menengah yang sejalan dengan ruang fiskal. Adapun IMF mengatakan asumsi kebijakan moneter Bank Indonesia sejalan dengan inflasi yang berada di kisaran target bank sentral dalam jangka menengah.
Di sisi lain, IMF memangkas outlook ekonomi global menjadi 2,9 persen untuk 2024, turun 0,1 persen dari laporan WEO edisi Juli. Adapun proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2023 tidak berubah di level 3 persen. Penurunan outlook ekonomi global pada tahun 2024 didasari oleh masih tingginya prospek inflasi tahun depan. IMF juga meningkatkan proyeksi inflasi global untuk 2024 dan menyerukan bank sentral untuk menjaga kebijakannya tetap ketat, sampai tekanan harga mereda untuk waktu yang lama. Dalam laporan WEO terbaru, IMF meningkatkan proyeksi inflasi secara global menjadi menjadi 5,8 persen. Angka ini naik dari 5,2 persen pada bulan lalu. Lonjakan tersebut dipicu oleh sejumlah faktor, termasuk gangguan rantai pasokan akibat pandemi Covid-19, stimulus fiskal sebagai respons terhadap lockdown global, permintaan dan pasar tenaga kerja yang ketat di AS, dan gangguan pangan dan energi akibat invasi Rusia ke Ukraina yang kemudian berdampak khusus di Eropa dan Inggris.