Jika Pemilu Lokal-Nasional Dipisah, Hakim MK: Apakah Pemerintahan Jadi Tak Efektif?

Perubahan model keserentakan tersebut dinilai lebih mampu menciptakan pemerintahan yang efektif, yakni pemerintahan yang tidak terputus antara pemerintah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Ahli pemilu, Didik Supriyanto, menyarankan, pemilu lokal dilaksanakan dua tahun setelah pemilu nasional. Hal ini disampaikan Didik saat menjadi ahli dalam perkara uji materi Undang-Undang Pemilu dan UU Pilkada di gedung MK, Rabu (18/12/2024).

Hakim konstitusi Arsul Sani mempertanyakan apakah dengan adanya jarak dua tahun antara pemilu nasional dan lokal justru membuat pemerintahan yang terputus. Sebab, salah satu tujuan pilkada serentak didekatkan dengan pemilu eksekutif dan legislatif ialah agar tercipta konsolidasi pemerintahan nasional yang efektif. Namun, menurut Didik, jika jarak antara pemilu nasional dan daerah terlalu dekat, hal tersebut tidak fair bagi para pemilih. Sebab, masyarakat belum mengetahui kinerja pemerintah nasional.

Wakil Ketua MK Saldi Isra mengatakan, terkait dengan model keserentakan pemilu dan pilkada, MK sudah memberikan amanat di dalam putusan No 55/PUU-XVII/2019 yang memberikan beberapa alternatif model keserentakan yang dapat dipilih. Hakim konstitusi Arief Hidayat pun menyinggung tentang output atau hasil dari pelaksanaan pemilu, yang dinilai tidak berorientasi pada kepentingan rakyat. Padahal, biaya pemilihan yang dibutuhkan sangat banyak.

Search