Pemerintah Jepang sedang mempertimbangkan penerapan peraturan yang mengikat secara hukum bagi pengembang sistem kecerdasan buatan (Aritificial Intelligence/AI) berskala besar. Menurut sumber yang dikutip oleh Kyodo pada Senin (18/3), hal itu dilakukan guna memastikan mereka menjalankan langkah-langkah untuk mengatasi disinformasi dan risiko lainnya. Sebelumnya pemerintah Jepang cenderung menjadikan langkah-langkah semacam itu bersifat sukarela, tetapi mereka menyadari perlunya peraturan pidana sebagaimana yang diterapkan oleh Uni Eropa dan negara-negara lain di tengah kekhawatiran terhadap potensi penyalahgunaan AI. Pemerintah Jepang berencana membentuk dewan ahli AI untuk membahas masalah ini dan sedang mempertimbangkan untuk memasukkan peraturan yang baru ke dalam pedoman kebijakan manajemen ekonomi dan fiskal yang akan disusun sekitar Juni. Jepang akan segera merilis pedoman yang mencakup 10 prinsip, termasuk “keterpusatan pada manusia” dan penggunaan AI yang aman.
Menurut rancangan peraturan yang dirilis bulan lalu oleh tim proyek dari Partai Demokrat Liberal yang berkuasa, bisnis yang mengembangkan teknologi canggih seperti chatbot AI generatif ChatGPT akan ditetapkan sebagai “pengembang model dasar AI”. Perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam penggunaan AI di area berisiko tinggi akan diwajibkan melakukan verifikasi keselamatan internal atau eksternal dan berbagi penilaian risiko dengan pemerintah. Pengembang yang ditunjuk oleh pemerintah juga akan diminta untuk melaporkan status kepatuhan mereka kepada pemerintah atau lembaga pihak ketiga. Jika terjadi ketidakpatuhan, pemerintah dapat meminta laporan atau melakukan inspeksi di lapangan, serta mengenakan denda dan sanksi lain atas pelanggaran. Parlemen Eropa awal bulan ini mengesahkan undang-undang tentang kecerdasan buatan komprehensif pertama di dunia, yang diharapkan berlaku mulai tahun 2026 dan akan mengenakan denda signifikan bagi pelanggaran, demikian menurut siaran Kyodo.