Gaduh harga daging sapi menjelang Ramadhan dan Idul Fitri tahun ini datang lebih cepat. Gaduh yang disulut harga daging sapi yang tinggi membuat pedagang mogok jualan, 28 Februari-4 Maret 2022. Puluhan tahun, harga daging bergerak mengikuti irama: harga rendah pada awal tahun, naik sepekan menjelang Ramadhan, Idul Fitri, dan terus naik sebulan sebelum Idul Adha. Setelah turun usai Idul Adha, harga perlahan naik menuju Natal dan tahun baru. Sejak 2018, pola harga ini berubah. Pergerakan harga daging sulit diterka. Termasuk awal tahun ini. Tak mudah memastikan penyebabnya. Diduga, tak lepas dari dinamika pemenuhan daging sapi dalam negeri, yang lebih sepertiga dari impor.
Saat pemenuhan dari impor, baik daging beku maupun sapi terhambat, secara langsung mepengaruhi harga daging sapi di pasar. Ini karena daging sapi impor bukan lagi komplementer, tetapi jadi elemen penting stabilitas pasokan. Ketika pasokan daging sapi impor terhambat, harga di dalam negeri berpotensi terguncang karena struktur industri peternakan domestik sebagai basis utama pasokan daging sapi amat rentan gejolak. Berbeda dari Australia, lebih dari 98 persen ternak sapi di Indonesia dikuasai 4,6 juta peternak kecil dengan skala kepemilikan 2-3 ekor per peternak. Ternak dipelihara di belakang rumah sebagai usaha sambilan, kurang dua persen dikuasai perusahaan ternak besar.
Sejak 2019 pasokan daging sapi (beku dan sapi bakalan) impor, terutama dari Australia, terkendala. Berturut-turut, Australia dilanda bencana: banjir bandang pada 2019 dan kebakaran hutan pada 2020, membuat industri peternakan merosot drastis. Populasi sapi menurun dari 29,1 juta ekor pada 2014 tinggal 21,1 juta ekor pada 2020 atau turun 27,4 persen. Saat pasokan terbatas dan permintaan makin besar, terutama dari Vietnam, harga sapi naik drastis. Sejak impor sapi dari Australia awal 1990-an, baru kali ini harga sapi impor Rp 64 ribuan/kg berat hidup, lebih mahal dari sapi lokal (Rp 57 ribuan/kg berat hidup). Sebagai negara berdaulat, seharusnya Indonesia mencari pemasok pembanding. Keengganan mencari pemasok alternatif mengantarkan Indonesia pada keterjebakan pangan (food trap), yakni daging sapi impor dari Australia.