Pemerintah memfokuskan penguatan stok pangan dan stabilisasi harga sebagai salah satu langkah strategis dalam mengantisipasi dampak El Nino. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaporkan puncak cuaca ekstrem tersebut berlangsung Agustus hingga September mendatang. Upaya penguatan stok pangan dan stabilisasi harga dalam mengantisipasi dampak El Nino memang perlu dilakukan, namun itu jangan sampai menjadi alasan untuk melakukan impor yang berlebihan. Di saat seperti inilah, di saat El Nino mengancam beberapa kawasan negara di dunia, ketahanan pangan yang berasal dari produk dalam negeri sangat diperlukan. Sehingga jika negara pemasok pangan mengalami masalah di dalam negeri karena El Nino, Indonesia tidak mengalami kesulitan.
“El Nino atau dampak perubahan iklim ini memang membutuhkan penguatan stok, mungkin bisa dengan cara impor dalam jumlah terbatas untuk ketersediaan dan stabilisasi harga. Tapi kalau itu dilakukan berlebihan justru akan mengurangi ketersediaan lapangan kerja yang dalam bayang-bayang ketidakpastian ekonomi seperti sekarang. Jangan sampai masyarakat di kota bisa membeli beras, tapi justru masyarakat desa terancam penghasilannya karena tidak bisa bersaing dengan pangan impor,” kata pengamat pertanian dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Jawa Timur, Surabaya, Ramdan Hidayat.
Pengamat ekonomi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Esther Sri Astuti mengatakan bahwa pemerintah jangan mau ambil gampang dengan impor pangan untuk menghadapi El Nino. Dampak EL Nino menurut BMKG itu cuaca dan kurang curah hujan. Hal ini berakibat bisa gagal panen dan banyak penyakit. Karena itu, untuk meminimalkan dampaknya maka dipastikan lahan pertanian punya cukup air. Hal ini bisa diupayakan dengan membangun sistem irigasi yang baik. Alternatif lainnya lanjut Esther dengan menanam tanaman yang tahan pada saat kondisi cuaca kering. Misalnya padi, ganti dengan varietas yang tahan di lahan kering sehingga bisa tetap panen.