Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Abra Talattov, menilai kenaikan tarif listrik sebesar 17,64 persen bagi pelanggan rumah tangga 3.500 VA ke atas dan 17,64-36,61 persen bagi pelanggan pemerintah tidak akan berdampak besar terhadap perekonomian. Sebab, jumlah pelanggan yang terkena kenaikan hanya 2,5 persen dari total pelanggan PT PLN. Penyesuaian tarif listrik tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan nilai tukar rupiah, Indonesian crude price (ICP), inflasi, dan harga batu bara.
Pemerintah masih mempunyai ruang untuk menaikkan tarif listrik pelanggan nonsubsidi lainnya, khususnya pelanggan golongan industri dan bisnis yang selama ini menikmati kompensasi signifikan. Dua golongan tersebut menikmati sekitar 65 persen dari total kompensasi pada 2021. Supaya kenaikan lanjutan tidak berdampak besar terhadap perekonomian, pemerintah disarankan agar menaikkan tarif listrik golongan industri dan bisnis secara selektif. Pola kompensasi selektif, seperti yang diwacanakan pemerintah terhadap penjualan Pertalite dan solar, bisa diterapkan untuk listrik.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, turut mendukung kenaikan tarif listrik untuk gedung-gedung pemerintahan. Alasannya, saat ini banyak pemerintah daerah yang masih menahan uangnya di perbankan. Adapun mengenai kenaikan tarif listrik bagi pelanggan rumah tangga, Bhima mengingatkan banyak pelaku usaha yang menggunakan tarif golongan rumah tangga 3.500 VA ke atas. Di samping itu, banyak pula rumah tinggal yang dijadikan kamar kos atau rumah kontrakan para pekerja.